159 views 17 mins 0 comments

2024 Tahun Menguatnya Praktik Otoriter di Indonesia dan Dunia

In Hukum
April 29, 2025

Serangan terhadap kebebasan berekspresi

Serangan terhadap kebebasan berekspresi juga dirasakan oleh para pembela HAM seperti jurnalis, aktivis, masyarakat adat, petani, nelayan, advokat, akademisi, hingga mahasiswa menjadi korban serangan selama tahun 2024.

Sepanjang 2024 terdapat 123 kasus serangan terhadap 288 pembela HAM. Bentuk serangan berupa pelaporan korban ke polisi, kriminalisasi, penangkapan sewenang- wenang, intimidasi dan serangan fisik, bahkan hingga percobaan pembunuhan.

Di antaranya adalah 12 kasus pelaporan ke polisi dengan 27 orang korban, 11 kasus penangkapan sewenang-wenang dengan 87 orang korban, 7 kasus kriminalisasi dengan 24 orang korban, 6 kasus percobaan pembunuhan dengan 7 orang korban, 78 kasus

intimidasi dan serangan fisik dengan 129 orang korban, dan 9 kasus serangan terhadap lembaga pembela HAM.

Di kategori pembela HAM, jurnalis menjadi korban paling banyak diserang di tahun 2024. Selama periode Januari-Desember 2024, tercatat 62 serangan terhadap 112 jurnalis. Bahkan, tahun ini jumlah serangan terus bertambah, yaitu 23 serangan atas 26 jurnalis dari Januari hingga 11 April 2025. Ini belum termasuk setidaknya dua kasus serangan digital terhadap tiga jurnalis dari Februari hingga 8 April 2025.

“Rangkaian kekerasan, intimidasi, dan teror tersebut berupaya menciptakan iklim ketakutan bagi jurnalis dan mengancam kebebasan pers. Profesi mereka dilindungi undang-undang. Negara wajib melindungi jurnalis dalam menjalankan tugas mencari dan memberitakan informasi. Negara harus mengusut tuntas para pelaku kekerasan atas jurnalis sampai diadili,” kata Wirya Adiwena.

Pemilu 2024 juga menjadi katalis atas serangan terhadap pembela HAM. Amnesty mencatat 19 kasus serangan terhadap pembela HAM dengan 37 orang korban, dengan rincian 5 kasus laporan ke polisi terhadap 8 orang korban, serta 14 kasus intimidasi dan serangan fisik atas 29 korban.

Pembela HAM mengalami serangan peretasan yang masif di tahun 2024. Selama Januari hingga Desember 2024, Amnesty mencatat 8 kasus serangan peretasan akun milik pribadi milik pembela HAM dan akun milik lembaga pembela HAM dengan 11 orang korban dengan rincian antara lain; 2 kasus Doxxing dengan 2 korban, 4 kasus WhatsApp dengan 7 korban, 1 kasus Twitter dengan 1 korban, 1 kasus akun Instagramdengan 1 korban.

Orang tak dikenal pada 17 Juli 2024 menembak Yan Christian Warinussy, seorang pengacara dan pembela HAM di Tanah Papua, setelah menghadiri sidang kasus korupsi di Manokwari. Polisi belum mengusut tuntas kasus serangan tersebut.

Beberapa bulan kemudian, tepatnya pada 16 Oktober dini hari, sejumlah orang melemparkan bahan peledak ke kantor redaksi media Jubi (Jujur Bicara) yang terletak di Jalan SPG Taruna Waena, Jayapura, Papua. Sejumlah area kantor dan dua kendaraan operasional Jubi yang terparkir di halaman kantor rusak akibat terbakar. Kasus ini juga belum diusut tuntas.

Belakangan ketika mulai terlihat adanya kejelasan pelakunya berasal dari institusi militer, polisi malah menyerahkan kepada militer. Ini fenomena melemahnya aturan hukum dan lembaga penegak hukum ketika berhadapan dengan kasus yang melibatkan personil militer. Kewajiban negara melindungi jurnalis justru tunduk di bawah subordinasi kekebalan hukum personil militer.

Pengawasan di luar hukum

Pada Mei 2024, Amnesty menerbitkan laporan penelitian yang merinci penjualan dan penggunaan perangkat pengintai (spyware) dan teknologi pengawasan yang sangat mengganggu dari tahun 2017 hingga setidaknya tahun 2023.

Ada banyak contoh impor atau penggunaan spyware oleh perusahaan dan lembaga negara, termasuk Kepolisian Negara Republik Indonesia serta Badan Siber dan Sandi Negara. Peralatan tersebut berasal dari Israel, Yunani, Singapura, dan Malaysia.

“Penggunaan spyware akan semakin menggerus ruang-ruang sipil yang menyempit selama sepuluh tahun terakhir akibat meningkatnya kebijakan dan praktik-praktik otoriter. Itu sebabnya parlemen dan pemerintah harus segera memberlakukan peraturan yang lebih melindungi privasi warga di ruang digital, termasuk larangan atas spyware yang invasif,” kata Usman Hamid.

Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, yang disahkan pada tahun 2022, secara resmi mulai berlaku pada tanggal 17 Oktober. Namun, pihak berwenang belum sepenuhnya merumuskan peraturan pelaksanaannya, termasuk membentuk badan perlindungan data khusus seperti yang diamanatkan oleh undang-undang.