
JAKARTA – Pada masa yang kontemporer ini, kata ‘demokrasi’ bisa ditemukan di mana-mana. Kata tersebut muncul di berbagai pembahasan, mulai dari sistem politik, masyarakat, hingga bentuk negara.
Bahkan, kita tidak berlebihan kalau menyebut demokrasi sebagai norma kehidupan politik, masyarakat, dan bentuk negara masa kini.
Begitu meresapnya demokrasi dalam kehidupan modern manusia saat ini, sehingga banyak pihak menyebutkan kondisi mereka yang tidak demokratis sebagai ‘demokrasi’.
Salah satu contohnya adalah negara bernama Republik Rakyat Demokratik Korea, atau Korea Utara. Jika melihat sistem politik, pemerintahan, dan kehidupan masyarakatnya, sulit melihat negara itu ‘demokratis’ dalam arti yang konvensional.
Hal itu sebagai tambahan dari banyaknya negara, pemerintahan, dan masyarakat yang sekurang-kurangnya bisa dikatakan menghayati kehidupan demokratis seperti yang dipahami secara umum.
Kelahiran demokrasi
Sebagai suatu sistem politik, demokrasi lahir di wilayah-wilayah pesisir Laut Mediterania, atau lebih tepatnya lagi di negeri Yunani dan Romawi.
Robert A. Dahl dalam buku On Democracy, second edition tidak menyebut demokrasi secara langsung, tetapi bentuk pemerintahan yang memberikan ruang bagi keikutsertaan publik. Hal itu dianggap sebagai bibit dari sistem politik yang sekarang dikenal sebagai demokrasi.
“Di Yunani dan Romawi Klasik sekitar 500 BCE, sistem pemerintahan yang menyediakan (ruang) partisipasi dari sejumlah besar rakyat itu pertama kali didirikan di atas pondasi yang begitu kokoh,” katanya.
Kata ‘demokrasi’ sendiri dicetuskan di Yunani. Mereka menggabungkan kata demos yang artinya ‘rakyat’ dan kratosyang artinya ‘berkuasa’ menjadi kata ‘demokrasi’ untuk mengacu kepada bentuk pemerintahan di mana rakyat yang memerintah.
Bentuk pemerintahan itu paling tumbuh subur di salah satu negara-kota Yunani yang bernama Athena. Di mana para warga negaranya berkumpul di suatu majelis untuk memilih pejabat-pejabatnya.
Dalam usianya yang masih belia itu, demokrasi Athena menunjukkan cara kerja yang cukup unik. Alih-alih menggunakan hak suara untuk memilih dan dipilih, para warga negara akan diundi untuk menjabat suatu jabatan pemerintahan.
Alhasil, semua warga negara benar-benar memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih mengemban jabatan-jabatan publik.
Setelah muncul dan bertumbuh di negeri Yunani, demokrasi dibawa ke negeri Romawi. Di tangan bangsa Romawi, demokrasi berkembang seiring dengan meluasnya wilayah kekuasaan mereka.
Di Romawi, mereka punya kata sendiri untuk mengacu kepada sistem pemerintahan dan politik yang demokratis. Mereka menyebutnya ‘republik’. Sama seperti demokrasi, ‘republik’ terdiri dari dua kata, yaitu res yang berarti ‘urusan’ dan publicus yang berarti ‘publik’ atau ‘umum’.
Romawi terkenal karena perluasan wilayahnya. Dan pelebaran wilayahnya itu sering datang dengan perluasan status kewarganegaraan. Pada gilirannya, perluasan status kewarganegaraan berarti semakin banyak orang yang bisa berpartisipasi dalam perpolitikan Romawi.
Mereka dapat menghadiri Forum di Kota Roma untuk berpartisipasi dalam majelis-majelis. Akan tetapi, tidak semua warga negara bisa melakukannya karena wilayah mereka jauh dari situ.
Demokrasi
Dilihat dari sejarah kemunculannya dan bagaimana cara bangsa-bangsa pelopor menghayatinya, demokrasi bisa dimaknai, terutama sebagai pemerintahan yang dijalankan oleh para warga negara.
Para warga negara bertemu untuk membuat keputusan secara bersama-sama. Salah satunya adalah memilih orang-orang untuk mengisi berbagai jabatan publik. Bahkan, mereka juga memilih siapa yang akan menjadi jenderal untuk memimpin mereka perang.
Sistem itu dibuat berhadapan dengan aristokrasi atau kepemimpinan oleh para bangsawan. Dalam sistem ini, rakyat jelata sebagai warga negara lah yang menjadi penentu dalam proses pembuatan kebijakan. Meskipun, di satu sisi, demokrasi masih memiliki banyak kekurangan yang mungkin tidak bisa diterima saat ini, seperti pemberian hak partisipasi hanya kepada laki-laki.
Hal lain yang bisa disorot adalah status kewarganegaraan yang memberikan hak kepada seseorang untuk terlibat dalam demokrasi. Di dalam wilayah kekuasaan baik negara-negara kota Yunani maupun Romawi, beberapa orang yang telah memenuhi kriteria tertentu dijadikan warga negara. Status tersebut memberi mereka hak untuk berpartisipasi dalam urusan pemerintahan.
Jadi, sejarahnya demokrasi merupakan persinggungan antara status kewarganegaraan dan hak bagi pemegang-pemegangnya untuk terlibat dalam proses pembuatan kebijakan di dalam negeri tempat mereka tinggal.
Mereka, para warga negara, berkumpul untuk bersama-sama menentukan berbagai hal yang penting bagi kehidupan masyarakat.*