132 views 12 mins 1 comments

Koperasi Itu Soal Masa Depan, Bukan Masa Lalu

In Kolom
April 05, 2025

JAKARTA – Dunia sedang tidak baik-baik saja. Perang Rusia versus Ukraina yang membuat suram ekonomi Eropa sudah berjalan tiga tahun belum jelas akhirnya. Israel versus Palestina terus membara di seputar jalur Gaza.

Presiden Amerika yang baru terpilih, Donald Trump, mengambil langkah-langkah kontroversial seperti keluar dari WHO, menghentikan bantuan USAID, mau mencaplok Greenland dan yang terakhir baru saja ditandatangani adalah pemberlakuan tarif timbal balik ke sejumlah negara, termasuk Indonesia yang kena tarif 32%.

Dampak negatif tarif timbal balik Amerika ini terhadap perekonomian Indonesia bisa sangat signifikan. Jika tidak direspons secara cepat dan tepat bisa berbahaya. Kurs rupiah yang terus melemah terhadap USD berpotensi terus melemah. Sektor sawit, karet, tekstil dan alas kaki bakal terpukul. Akibatnya tekanan terhadap IHSG semakin kuat dan bisa berdampak ke sektor riil sehingga  menambah jumlah penutupan pabrik dan terjadi PHK massal.

Tentu ini bukan soal perasaan pesimis, tetapi soal kondisi yang realistis. Namun kata enterpreneur sejati, selalu ada peluang di setiap gelombang perubahan. Akan selalu muncul pelangi sesudah hujan badai besar menepi. Akankah masa depan ekonomi kita sesuram perkiraan kebanyakan pakar ekonomi?

Kalau kita jeli, sesungguhnya ada tampak cahaya di ujung lorong gelap. Cahaya yang dinyalakan oleh Presiden Prabowo Subianto dengan kebijakan pembelaan (affirmative policy) untuk mengembangkan ekonomi rakyat kecil di pedesaan melalui koperasi. Apa iya? Kita lihat mimpi Prabowo soal koperasi dan langkah kebijakan yang diambil selama ini.

Dalam sebuah acara Rapat Anggota Tahunan (RAT) Induk Koperasi Unit Desa (INKUD) di Jakarta pada bulan Nopember 2023 yang lalu, Prabowo Subianto yang saat itu masih menjadi kandidat Presiden, dengan tegas ingin membesarkan koperasi karena ayah dan kakeknya adalah juga pejuang koperasi. Oleh karena itu dia sebagai Ketua Dewan Pembina INKUD bermimpi dan bercita-cita suatu saat nanti koperasi turut memiliki pabrik, smelter, kapal ikan dan perusahaan-perusahaan besar di Indonesia.

Ketika Prabowo akhirnya resmi terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia, tampaknya janji manis kampanye tersebut mulai direalisasikan. Berawal dari pemisahaan Kementerian Koperasi dari UMKM sehingga tampak visi Prabowo tentang koperasi bahwa sebagai badan usaha, koperasi tidak selalu berskala UMKM tetapi juga bisa berkembang besar.

Bahkan bisa menjadi konglomerat nantinya. Ketika kementerian lain terkena efisiensi anggaran, Kementerian Koperasi justru diberi alokasi tambahan kredit untuk Koperasi sebesar Rp 10 trilyun melalui LPDB (Lembaga Pembiayaan Dana Bergulir) Kemenkop RI.

Kemudian Prabowo juga menghapus hutang masa lalu UMKM dan Koperasi yang sudah macet dan tidak tertagih bertahun-tahun. Jumlah totalnya tidak sampai Rp. 10 trilyun, dengan jumlah nasabah sebanyak 67.000 orang atau ribuan lembaga. Kebijakan ini mengagetkan banyak orang.

Tapi Prabowo tetap melangkah. Toh, angka itu jauh lebih kecil dari penghapusan hutang BLBI yang mencapai ratusan trilyun akan tetapi hanya dinikmati oleh segelintir konglomerat saja. Yang penting Koperasi dan UMKM bisa lepas dari jerat masa lalu dan siap berkembang ke depannya.

Prabowo juga tidak mau menunda realisasi program unggulannya yaitu Makan Bergizi Gratis (MBG) yang harus berjalan di awal tahun 2025. Dalam program ini, Prabowo memerintahkan agar suplai bahan baku baik dari pertanian, perikanan maupun peternakan sebisa mungkin tidak impor tetapi berasal dari lingkungan lokal yang dikelola oleh jaringan koperasi.

Seperti langkah bidak kuda dalam catur, kebijakan yang tidak terduga berikutnya adalah pembentukan Koperasi Desa Merah Putih di 70 ribu desa se-Indonesia. Langkah yang mengagetkan banyak pengamat ekonomi yang memang selama ini asing dengan istilah koperasi. Tidak ada nomenklatur koperasi di dalam textbook yang mereka baca. Salah satu alasan menolak koperasi ini adalah sudah adanya BUMDes.

Padahal koperasi berbeda dengan BUMDes. Koperasi adalah badan hukum usaha resmi yang bisa bekerjasama dengan badan hukum usaha lainnya serta dapat beroperasi di seluruh dunia. Membentuk Koperasi Desa Merah Putih adalah visi besar membawa desa-desa di Indonesia maju dan berkembang ke tingkat global.

Koperasi Desa Peternak Sapi di Boyolali misalnya, bisa saja memiliki saham di industri susu global seperti Nestle, Greenfiled dan Ultrajaya. Atau KUD bisa kerjasama dengan koperasi beras di Jepang untuk ketahanan pangan.

Visi besar pengembangan ekonomi rakyat ini juga tampak ketika Danantara terbentuk dan pasar merespon negatif ditandai anjloknya iHSG, Prabowo seolah tidak peduli. Menurutnya, biarkan harga saham naik turun, kalau harga pangan di masyarakat aman maka negara aman. Terbukti, dalam beberapa hari saja nilai IHSG kembali naik.

Bahkan begitu Danantara selesai diresmikan di pagi hari, sore harinya Prabowo langsung memanggil manajemen Danantara dan Kementerian terkait ke istana dan memberikan arahan bahwa salah satu program yang akan didukung Danantara adalah pembentukan 70 ribu Koperasi Desa Merah Putih.

Prabowo nampaknya yakin benar bahwa melalui koperasi, kesejahteraan rakyat di pedesaan akan meningkat sehingga dinamika ekonomi luar negeri tidak akan banyak berpengaruh. Prabowo seolah meresapi pemahaman Sukarno soal koperasi.

Bagi Sukarno, koperasi harus difungsikan sebagai medium peningkatan pendapatan petani, buruh, dan rakyat miskin, sekaligus juga menjamin ketersediaan barang-barang bagi mereka. Sebab, ketiga golongan itu adalah tulang punggung ekonomi Indonesia. Jika mereka produktif maka ekonomi Indonesia dapat bangkit.