116 views 9 mins 0 comments

Peninjauan Kembali Kebijakan Pelarangan Angkutan Barang Sumbu Tiga

In Uncategorized
May 27, 2025

Kepada Yth.

Bapak Menteri Perhubungan Republik Indonesia

Cq. Direktur Jenderal Perhubungan Darat

Di Tempat

Dengan hormat,

Sehubungan dengan kebijakan pelarangan kendaraan angkutan barang sumbu 3 (tiga) atau lebih melewati jalur jalan nasional Pemalang-Batang oleh Pemerintah Daerah dan Instansi terkait yang berlaku efektif per 1 Mei 2025 sebagaimana diatur dalam Surat Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor AJ.903/1/5/DRJD/2025 dan Surat Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Pekalongan Nomor 500.11.1/0745 tentang Sosialisasi Truk Lebih Dari 3 Sumbu, maka bersama ini kami dari Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO) menyampaikan keberatan secara resmi dan memohon peninjauan kembali atas kebijakan pelarangan tersebut karena memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap iklim dunia usaha angkutan barang, kegiatan logistik dan perekonomian secara umum.

Adapun alasan keberatan kami adalah sebagai berikut:

Dasar Hukum Keberatan.

  1. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
  2. ⁠Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
  3. ⁠Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
  4. ⁠Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
  5. ⁠Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
  6. Sebagai Asas Perlindungan Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) maka segala kebijakan pemerintah harus mendukung iklim usaha yang kondusif bagi pelaku usaha termasuk di sektor logistik.

Maka pelarangan akses penuh selama 24 jam kepada kendaraan angkutan barang sumbu 3 (tiga) atau lebih tanpa pengaturan secara khusus dan terbuka pada jalan nasional Pemalang-Batang merupakan bentuk pembatasan akses yang melanggar hak publik. Tentunya hal ini mengabaikan hak publik atas pemanfaatan jalan nasional yang dibangun dari pajak rakyat.

Surat Rekomendasi Direktur Jenderal Perhubungan Darat Tidak Memiliki Kekuatan Hukum Pembatasan Publik.

Surat Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor AJ.903/1/5/DRJD/2025 tertanggal 19 Maret 2025 tentang Rekomendasi Kegiatan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas Jalan di Kabupaten Pemalang, Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan dan Kabupaten Batang, hanya bersifat administratif, bukan produk hukum yang mengikat dan hanya bersifat anjuran teknis.

Pelarangan penggunaan jalan nasional seharusnya berdasarkan pada regulasi yang memiliki kekuatan dan dasar hukum yang jelas, bukan karena adanya tekanan oleh pihak-pihak tertentu dengan alasan melindungi keselamatan masyarakat umum tetapi mengabaikan dampak ekonomi dan sosial, serta mengabaikan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).

Dampak Peningkatan Biaya Logistik dan Sosial Ekonomi Masyarakat

Kebijakan pelarangan kendaraan angkutan barang sumbu 3 (tiga) atau lebih melalui jalan nasional Pemalang-Batang selama 24 jam, tentunya sangat berdampak langsung terhadap para pelaku usaha logistik angkutan barang dan masyarakat umum akibat dari penerapan kebijakan pemerintah daerah yang tidak tepat.

  • ⁠Peningkatan Biaya Logistik dan Beban Usaha

Pelarangan akses kendaraan angkutan barang logistik sumbu 3 (tiga) atau lebih melewati jalan nasional Pemalang-Batang, sangat berdampak pada peningkatan biaya operasional dan beban usaha pelaku usaha logistik (biaya Tol, biaya perawatan kendaraan, dll). Efisiensi waktu tempuh tidak diiringi dengan penghematan biaya yang harus ditanggung oleh pelaku usaha angkutan barang, hal ini akan berdampak pada kenaikan biaya logistik yang pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap harga barang di tingkat konsumen. (ilustrasi lihat lampiran)

Peningkatan biaya logistik dan beban usaha akan sangat berpengaruh pada iklim usaha di tanah air dan hal ini tidak sejalan dengan semangat pemerintah yang ingin menekan biaya logistik agar mampu berdaya saing dengan negara lain.

  • ⁠Dampak Sosial Ekonomi Masyarakat

Pelarangan ini berdampak negatif terhadap perekonomian lokal, terutama bagi pelaku UMKM, SPBU, warung makan, dan bengkel di sepanjang jalur nasional Pemalang-Batang yang selama ini menggantungkan hidup dari arus kendaraan logistik.

Ancaman dampak sosial berupa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan munculnya pengangguran baru, tentunya menjadi masalah baru yang berpotensi menimbulkan kerawanan gangguan keamanan masyarakat.

Tidak Adanya Informasi Analisis Dampak Lalu Lintas Secara Terbuka (ANDALALIN)

PP No. 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas mengatur bahwa setiap kebijakan lalu lintas harus didasarkan pada hasil Analisis Dampak Lalu Lintas (ANDALALIN). Hingga saat ini, tidak ditemukan publikasi atau konsultasi terbuka terkait ANDALALIN kebijakan ini kepada pelaku usaha, yang menjadikan kebijakan tersebut cacat prosedural.

Kebijakan Bersifat Diskriminatif, Tidak Adil dan Merusak Rasa Persatuan

Jalan nasional adalah fasilitas umum yang seyogianya dapat diakses secara adil oleh seluruh pengguna jalan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Pelarangan kendaraan angkutan barang sumbu 3 (tiga) atau lebih tanpa dasar kajian komprehensif bersifat diskriminatif dan merusak rasa keadilan.

Pun demikian pengecualian kendaraan angkutan barang sumbu 3 (tiga) atau lebih yang bertanda nomor kendaraan bermotor kode G diperbolehkan mengakses jalan nasional Pemalang-Batang tanpa syarat dan ketentuan tertentu, tentunya ini sangat menyakiti pemilik kendaraan angkutan barang lain di luar kode G, padahal merasa memenuhi kewajiban membayar pajak yang sama  kepada negara. Jika hal ini dibiarkan maka akan berpotensi menimbulkan konflik yang merusak rasa persatuan dan kesatuan anak bangsa.

Preseden Buruk Tata Kelola Pemerintahan dan Melebihi Kewenangan Daerah

Jika setiap Kabupaten/Kota memberlakukan kebijakan larangan melintas di jalan nasional hanya berdasarkan pertimbangan skala lokal dan tanpa dasar hukum nasional yang jelas, maka akan menciptakan fragmentasi kebijakan transportasi nasional. Tentunya hal ini akan mengganggu kelancaran distribusi barang dan perekonomian, terlebih jalan nasional menjadi bagian jalur logistik nasional.

Kebijakan larangan melalui jalan nasional Pemalang-Batang untuk kendaraan angkutan barang sumbu 3 (tiga) atau lebih ini akan menjadi preseden buruk tata kelola pemerintahan dimana nantinya setiap Kabupaten/Kota lainnya akan ikut membuat kebijakan serupa atau merasa berhak membuat kebijakan larangan melintas jalan nasional di wilayahnya.

Potensi Menciptakan Masalah Baru Kecelakaan di Jalan Tol

Penggunaan jalan bebas hambatan (jalan tol) sebagai solusi pengalihan arus lalu lintas akibat penerapan kebijakan pelarangan kendaraan angkutan barang sumbu 3 (tiga) atau lebih melewati jalan nasional Pemalang-Batang, tentunya tidak terlepas akan menciptakan potensi masalah baru yaitu terjadinya kecelakaan lalu lintas di jalan tol.

Kelelahan pengemudi akibat jalur yang lebih panjang tidak diiringi dengan ketersediaan lokasi istirahat (rest area) yang layak dan aman bagi pengemudi kendaraan angkutan barang, sehingga potensi terjadinya kecelakaan di jalan tol akan meningkat. Hal ini tentunya kontraproduktif dengan tujuan kebijakan larangan yang diterapkan, dengan kata lain menyelesaikan masalah dengan menciptakan masalah baru.

Atas dasar beberapa hal diatas, maka dengan ini kami Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO):

  1. Meminta kepada Bapak Menteri Perhubungan Republik Indonesia Cq. Direktur Jenderal Perhubungan Darat untuk segera mencabut Surat Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor AJ.903/1/5/DRJD/2025 tertanggal 19 Maret 2025 tentang Rekomendasi Kegiatan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas Jalan di Kabupaten Pemalang, Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan dan Kabupaten Batang.
  1. ⁠Meninjau ulang secara komprehensif berdasarkan prinsip proporsionalitas dan keadilan, kebijakan pelarangan kendaraan angkutan barang sumbu 3 (tiga) atau lebih melewati jalur jalan nasional Pemalang-Batang termasuk melakukan kajian Analisis Dampak Lalu Lintas (ANDALALIN) dan Analisis Dampak Ekonomi agar kebijakan yang diambil tidak merugikan pelaku usaha logistik dan masyarakat sekitar pada umumnya.
  1. Melakukan dialog terbuka dengan para pelaku usaha logistik dan masyarakat sekitar untuk mencari solusi terbaik dan berkeadilan.

Demikian surat keberatan ini kami sampaikan sebagai wujud partisipasi aktif dan tanggung jawab kami terhadap kelangsungan dunia usaha logistik dan kepentingan masyarakat luas. Kami berharap Bapak dapat mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut agar lebih bijaksana dan berkeadilan.

Atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih.