47 views 2 mins 0 comments

Faktor Jokowi Memang Menentukan, Tapi … 

In Video
July 23, 2025

JAKARTA – Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan, mengatakan sistem kepartaian di Indonesia mulai stabil, artinya suara dari partai berbalik untuk partai asalnya saja. Dengan menggunakan Padersen Index, yaitu tolok ukur perpindahan suara dari satu partai ke partai yang lain serta dari pemilu ke pemilu yang nantinya akan ditotal jumlahnya. 

Hal ini dikatakan Djayadi terkait dengan ucapan mantan presiden Jokowi yang mendukung penuh PSI. Apakah kehadiran Jokowi di PSI akan meningkatkan jumlah perolehan suara partai tersebut?

Djayadi mengungkapkan, dari 1999 ke 2004 total suara yang berpindah menurut index adalah 25,6% dan 2004 ke 2009 naik ke angka 29,5%. Artinya banyak sekali yang berpindah pilihan partai selama 1999 ke 2009.

“Tapi pada tahun 2009 ke 2014 index itu turun 19,9% dan 2014 ke 2019 turun ke 12,7%. Dan yang terbaru ini tahun 2024 turun menjadi 6%,” ujarnya di Majelis Antitesis – Unpacking Indonesia.

Data tersebut, kata Djayadi, merupakan tantangan buat Partai Solidaritas Indonesia (PSI) untuk merangkul pemilih yang susah untuk berpindah, kecuali ada hal yang baru, menarik dan signifikan. 

“Suara untuk partai baru paling banyak ada di 2004 itu mencapai 22%, sampai dengan 2024 itu sama turun terus. Sampai yang terakhir pemilih partai baru hanya 6-7% saja,” jelasnya.

Ia juga menjelaskan bahwa ada faktor effective number of parliamentary parties (ENPP) di mana jumlah partai berpengaruh itu jumlahnya hanya ada enam sampai delapan partai. Artinya, partai lama yang berada di dalam parlemensemakin kuat dan partai di luar parlemen akan sulit untuk masuk ke sana.

Djayadi juga menjelaskan partai baru yang bisa masuk parlemen punya dua modal utama, yang pertama adalah ketokohan dan kedua basis sosial. Seperti PAN yang punya Amien Rais dan berbasis sosial Muhammadiyah, PKB punya ketokohan Gus Dur dan basis sosialnya NU. Yang terakhir Gerinda yang punya tokoh Prabowo dan basis sosialnya ABRI. 

“Kalau kita bisa lihat partai yang tidak masuk atau lemah di parlemen karena tidak punya salah satu faktor tersebut,”ujarnya.

Hal ini, menurut Djayadi, terjadi karena pemilih tidak melihat perubahan program partai dari pemilu ke pemilu. Tidak ada insentif untuk pemilih sebagai alasan pindah partai lain. Bagaimana dengan kehadiran Jokowi di PSI?*