
JAKARTA Polemik mengenai keaslian ijazah Presiden ke-7 Joko Widodo hingga hari ini terus memicu perdebatan publik. Sebagian pihak menilai isu ini tidak penting, namun faktanya, kecurigaan yang dibiarkan tanpa klarifikasi justru berpotensi memecah belah persatuan nasional.
Di tengah keterbelahan politik yang kian tajam, dibutuhkan langkah sederhana namun tegas dari seorang pemimpin negara: menjernihkan keraguan melalui transparansi.
Presiden ke-44 Amerika Serikat, Barack Obama, pernah menghadapi situasi serupa, bahkan lebih sulit. Ia dituduh bukan warga negara Amerika, dan akta kelahirannya dianggap tidak sah.
Alih-alih marah atau memidanakan para pengkritiknya, Obama memilih langkah lebih elegan: merilis akta kelahiran aslinya ke publik. Dalam waktu singkat, polemik mereda, legitimasi politiknya menguat, dan energi bangsa kembali diarahkan untuk membangun.
Mantan Presiden Jokowi seharusnya dapat mengambil pelajaran penting dari langkah Obama. Jika ijazah yang dipersoalkan memang asli dan sah, maka menunjukkan dokumen tersebut kepada rakyat bukanlah kelemahan, justru merupakan bentuk kekuatan moral. Transparansi semacam ini akan memotong habis ruang bagi spekulasi liar, menghentikan saling curiga, serta menghormati hak publik untuk mengetahui kebenaran.
Lebih jauh, keterbukaan ini juga dapat menghentikan pelaporan hukum terhadap warga yang mempertanyakan ijazah tersebut. Demokrasi sejatinya menjamin kebebasan berpendapat, termasuk hak untuk bertanya. Sebaliknya mendorong proses pidana terhadap kritik hanya akan memperburuk citra kebebasan sipil dan menambah luka dalam kehidupan demokrasi kita.
Bangsa ini terlalu besar untuk dikerdilkan oleh polemik ijazah, namun terlalu mahal harganya jika membiarkan bara kecurigaan tetap menyala. Jokowi sebagai mantan kepala negara, memiliki kesempatan untuk menunjukkan keteladanan. Satu tindakan sederhana, namun bernilai strategis: tampil kepada publik, menunjukkan ijazah secara lugas, sekaligus menutup ruang kontroversi yang benar-benar tidak produktif ini.
Transparansi bukan sekadar tuntutan hukum, melainkan panggilan moral bagi seorang pemimpin. Dengan mengikuti jejak Obama, mantan Presiden Jokowi bukan hanya menyelesaikan polemik ijazah, tetapi juga mempertegas komitmennya terhadap integritas demokrasi Indonesia. Pada akhirnya, kejujuran dan keterbukaan adalah fondasi terkuat untuk menjaga persatuan anak bangsa.*
Didi Irawadi Syamsuddin, S.H., LL.M, Politikus Partai Demokrat.
