
JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpeluang mencetak rekor tertinggi baru pada perdagangan hari ini, Rabu (13/8/2025). Optimisme pasar didorong oleh sentimen positif dari Amerika Serikat setelah rilis data inflasi yang lebih rendah dari perkiraan, yang memperkuat ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed) bulan depan.
Pada penutupan perdagangan Selasa (12/8), IHSG melesat 2,44% ke level 7.791,69, mencatatkan penguatan harian terkuat sejak 29 April 2008. Dengan capaian ini, IHSG hanya membutuhkan kenaikan kurang dari 2% untuk melampaui rekor tertinggi sepanjang masa di level 7.905,39 yang tercatat pada 19 September 2024.

Kinerja Impresif IHSG dan Derasnya Arus Modal Asing
Kenaikan signifikan IHSG kemarin ditopang oleh nilai transaksi yang sangat besar, mencapai Rp20,14 triliun. Sektor teknologi memimpin penguatan dengan lonjakan 7,08%, diikuti sektor utilitas (3,64%) dan finansial (3,54%).
Sejumlah saham berkapitalisasi besar menjadi motor utama penggerak indeks, di antaranya:
- PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI): Naik 6,3% dan menyumbang 39,55 poin.
- PT DCI Indonesia Tbk (DCII): Naik 10% (auto reject atas) dan berkontribusi 27,23 poin.
- PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM): Menguat 6,35% dengan sumbangan 21,65 poin.
- PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI): Menyumbang 16,63 poin.
Reli ini sejalan dengan derasnya arus modal asing yang masuk ke pasar saham. Pada perdagangan kemarin, investor asing mencatatkan pembelian bersih (net foreign buy) senilai Rp2,20 triliun, terbesar sejak 26 Juni. Aliran dana ini juga diperkirakan didorong oleh momentum rebalancing indeks MSCI edisi Agustus 2025, yang berpotensi mendatangkan dana masuk hingga US$1,15 miliar (sekitar Rp18,85 triliun). Dalam rebalancing kali ini, saham PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) dan PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) masuk dalam MSCI Global Standard Indexes.

Katalis Utama dari Data Inflasi AS
Penguatan pasar domestik merupakan respons langsung dari kabar di pasar AS. Bursa Wall Street kompak ditutup menguat tajam, dengan indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite mencetak rekor tertinggi baru.
Sentimen positif dipicu oleh rilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) atau inflasi AS periode Juli 2025 yang tercatat sebesar 2,7% secara tahunan (year-on-year). Angka ini lebih rendah dari konsensus pasar yang memproyeksikan kenaikan 2,8%.

Meskipun inflasi inti (di luar harga pangan dan energi) sedikit naik ke 3,1%, data inflasi utama yang lebih jinak sudah cukup untuk menenangkan pasar.
“Sepertinya ini adalah kondisi Goldilocks bagi pasar saham. Suku bunga cenderung turun, laba perusahaan cenderung naik, itu lingkungan yang cukup baik,” kata Tom Hainlin, ahli strategi investasi di U.S. Bank Asset Management Group, kepada CNBC.

Dampaknya, probabilitas The Fed akan memangkas suku bunga acuannya pada September melonjak. Berdasarkan data CME FedWatch Tool, pasar kini melihat peluang pemangkasan suku bunga sebesar 94%, naik dari 85% sebelum data dirilis.
Obligasi Diburu, Rupiah Stabil
Sentimen positif juga terasa di pasar surat utang negara (SBN). Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah tenor 10 tahun turun 0,6 basis poin ke level 6,43%. Penurunan yield mengindikasikan harga obligasi sedang naik karena tingginya minat beli dari investor.

Sementara itu, nilai tukar rupiah cenderung stabil. Pada penutupan kemarin, rupiah terkoreksi tipis 0,09% ke posisi Rp16.280 per dolar AS, sebagian besar karena sikap wait and see pelaku pasar menjelang rilis data inflasi AS. Dengan adanya kepastian dari data tersebut, rupiah diperkirakan akan bergerak lebih stabil hari ini.
