76 views 55 secs 0 comments

LMKN ‘Off Side’ Terkait Royalti Lagu Indonesia Raya

In Kolom
August 14, 2025

JAKARTA – Pernyataan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang menyebutkan bahwa lagu kebangsaan dapat dikenai royalti adalah keliru dan bertentangan dengan hukum yang berlaku. 

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta telah mengatur secara jelas bahwa lagu kebangsaan berada dalam domain publik dan tidak dapat menjadi objek komersialisasi melalui pungutan royalti.

1.⁠ ⁠Domain Publik, Bukan Hak Eksklusif
Pasal 42 huruf a UU Hak Cipta menyebutkan bahwa “Lambang Negara, Bendera Negara, dan Lagu Kebangsaan” termasuk dalam kategori karya yang tidak dilindungi hak cipta. Artinya, lagu kebangsaan adalah milik seluruh rakyat dan tidak ada individu atau lembaga yang berhak memungut royalti atas penggunaannya.

2.⁠ ⁠Hak Cipta Berbeda dengan Hak Moral Bangsa
Lagu kebangsaan dilindungi sebagai simbol negara berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Perlindungan ini bersifat moral dan simbolis, bukan komersial. Memungut royalti atas lagu kebangsaan sama saja mengomersialkan identitas negara.

3.⁠ ⁠Risiko Mencederai Semangat Kebangsaan
Mengaitkan lagu kebangsaan dengan kewajiban membayar royalti dapat menimbulkan kesan bahwa cinta tanah air harus “dibayar”. Ini mencederai nilai persatuan dan kebanggaan nasional, serta berpotensi menurunkan rasa kepemilikan rakyat terhadap simbol negaranya.

4.⁠ ⁠LMKN Keliru Memahami Mandatnya
LMKN dibentuk untuk mengelola dan menyalurkan royalti bagi pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait. Mandat ini hanya berlaku untuk karya yang dilindungi hak cipta, bukan karya yang secara eksplisit dikecualikan oleh undang-undang seperti lagu kebangsaan.*

Didi Irawadi Syamsuddin, S.H., LL.M.Mantan Ketua Pansus RUU Hak Cipta 2014.