45 views 3 mins 0 comments

Mengenal Sholat Rebo Wekasan

In Budaya
August 19, 2025

JAKARTA – Memasuki Rabu terakhir bulan Safar, yang tahun ini jatuh pada 20 Agustus 2025, sebagian umat Muslim di Indonesia melaksanakan amalan yang dikenal sebagai sholat Rebo Wekasan. Amalan ini bertujuan untuk memohon perlindungan kepada Allah SWT dari berbagai musibah, namun pelaksanaannya menuai perdebatan hukum di kalangan ulama.

Tradisi Rebo Wekasan berakar pada keyakinan yang disebutkan dalam kitab Kanz Al-Najah Wa Al-Surur karya Syekh Abdul Hamid bin Muhammad Quds al-Maki. Dalam kitab tersebut, diyakini bahwa Allah SWT menurunkan 320 ribu bala bencana pada hari Rabu terakhir di bulan Safar setiap tahunnya. Karenanya, dianjurkan untuk melakukan amalan-amalan saleh, termasuk sholat sunnah.

Waktu dan Tata Cara Pelaksanaan

Berdasarkan Kalender Hijriah Indonesia 2025 yang diterbitkan Kementerian Agama, Rebo Wekasan 1447 H bertepatan dengan hari Rabu, 20 Agustus 2025. Sholat ini dapat dilaksanakan pada malam Rabu atau pada Rabu pagi.

Sholat Rebo Wekasan dilaksanakan sebanyak empat rakaat dengan dua kali salam. Niat yang dibaca adalah niat sholat sunnah mutlak dua rakaat. Prosedurnya unik, di mana pada setiap rakaat setelah membaca Surah Al-Fatihah, dilanjutkan dengan membaca Surah Al-Kautsar sebanyak 17 kali, Al-Ikhlas 5 kali, serta Al-Falaq dan An-Nas masing-masing 1 kali.

أُصَلِّيْ سُنَّةً رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالَى

Ushallî sunnatan rak’ataini lillâhi ta’âla
Artinya: “Saya niat sholat sunnah dua rakaat karena Allah ta’ala.”

Perdebatan Mengenai Hukumnya

Status hukum sholat Rebo Wekasan menjadi titik perdebatan utama di antara para ulama, karena tidak ada dalil atau hadis shahih yang secara khusus membahasnya.

Kalangan yang memperbolehkan, seperti Syekh Abdul Hamid, berpendapat bahwa sholat ini sah dilakukan selama diniatkan sebagai sholat sunnah mutlak, yaitu sholat sunnah yang tidak terikat waktu atau sebab tertentu. Pendapat ini juga didukung oleh hadis riwayat Bukhari dan Muslim yang menepis adanya kepercayaan sial atau malapetaka di bulan Safar.

Di sisi lain, ulama terkemuka Indonesia, KH Hasyim Asy’ari, menghukuminya haram. Sebagaimana dikutip dari himpunan fatwanya, pendiri Nahdlatul Ulama (NU) tersebut berpendapat bahwa anjuran sholat sunnah mutlak tidak bisa dijadikan landasan untuk amalan yang tidak memiliki dasar syariat (nash) yang jelas seperti sholat Rebo Wekasan.

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم: قَالَ لَا عَدْوَى وَلَا صَفَرَ وَلَا هَامَةَ. رواه البخاري ومسلم

Artinya: “Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya malapetaka di bulan Safar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati itu rohnya menjadi burung yang terbang’.” (HR Bukhari dan Muslim)

Meski menjadi amalan yang cukup populer di kalangan sufi, para ulama sepakat bahwa tidak ada landasan hukum yang kuat (hujjah) untuk pelaksanaannya secara spesifik. Oleh karena itu, hukum pelaksanaannya tetap menjadi wilayah perbedaan pendapat (ikhtilaf). Wallahu a’lam bisshawab.