
JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengakui pemerintah menghadapi tantangan berat dalam menyusun kebijakan fiskal untuk tahun 2026. Menurutnya, pekerjaan rumah utama adalah menyeimbangkan dua target yang seringkali bertolak belakang: meningkatkan penerimaan pajak secara signifikan sambil tetap menjaga iklim investasi yang kondusif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pernyataan ini disampaikannya dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Jumat (22/8), saat membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.
“Memang dalam hal ini tugas kami berat di dua sisi yang sangat ekstrem. Di satu sisi menaikkan penerimaan pajak, di sisi lain mendukung iklim investasi untuk menciptakan pertumbuhan yang lebih tinggi,” ujar Sri Mulyani.
Dalam RAPBN 2026, pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp2.357,7 triliun, atau tumbuh ambisius sebesar 13,5 persen dari proyeksi tahun ini. Secara keseluruhan, total penerimaan perpajakan, termasuk kepabeanan dan cukai, dipatok sebesar Rp2.692 triliun. Kenaikan ini juga bertujuan untuk mendongkrak rasio pajak (tax ratio) dari 10,03 persen menjadi 10,47 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Baca juga:
COREInsight: RAPBN 2026, Ekspansi Fiskal di Atas Fondasi yang Rapuh
Di sisi lain, pemerintah juga menargetkan pertumbuhan investasi sebesar 5,2 persen pada tahun depan. Untuk mencapai target ini, berbagai stimulus akan digulirkan, termasuk insentif fiskal, penguatan kawasan ekonomi khusus, serta pelibatan BPI Danantara dan sektor swasta secara aktif.
“Ini (pajak dan investasi) akan kami jaga secara hati-hati, seimbang di antara dua tujuan yang sama sekali berbeda,” tegas Sri Mulyani.
Pemerintah mematok target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen pada 2026. Menurut Sri Mulyani, angka ini merupakan langkah awal yang strategis dan krusial untuk membuka jalan menuju visi Presiden Prabowo Subianto mencapai pertumbuhan ekonomi di level 8 persen.
Untuk mencapai target-target tersebut, ia memastikan Kementerian Keuangan akan terus bersinergi dengan Bank Indonesia (BI) dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menjaga stabilitas makroekonomi sambil tetap memberikan stimulus bagi pertumbuhan.
