196 views 7 mins 0 comments

Kisah Warga Tangsel Menggugat Jalan Tol Cinere – Serpong

In Hukum, Justisia
August 26, 2025

TANGSEL – Di balik mulusnya jalan tol Cinere–Serpong yang diresmikan pada 1 April 2021, tersimpan kisah getir warga yang memiliki tanah di Jombang, Ciputat, Tangerang Selatan. Mereka adalah Aty Herawaty, Yusuf Malik, Dhian Marissa, Adam Syair dan Fany Annisa sebagai pemilik tanah seluas kurang lebih 300 meter persegi yang kini tergusuroleh proyek nasional itu. Mereka hingga kini tak pernah menerima sepeser pun uang ganti rugi.

Kini, setelah lebih dari empat tahun jalan tol beroperasi, pemilik lahan tersebut memutuskan melawan lewat jalur hukum. Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) resmi diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Tangerang pada 5 Agustus 2025, teregister dengan nomor perkara 1020/Pdt.G/2025/PN Tng.

Dari Sosialisasi ke Kehilangan Hak
Cerita bermula pada 2020. Warga yang lahannya masuk trase pembangunan tol diundang ke kantor Kelurahan Jombang untuk menghadiri sosialisasi. Di sana dijelaskan bahwa tanah mereka akan digunakan untuk proyek tol Cinere–Serpong Seksi I, dan sebagai kompensasi akan diberikan ganti rugi sesuai ketentuan.

Namun, sosialisasi itu menjadi yang pertama sekaligus terakhir. Setelahnya, sang pemilik tanah tidak pernah lagi dipanggil, tidak dilibatkan dalam rapat berikutnya, bahkan tidak mendapat penjelasan mengapa haknya seakan terabaikan.

Ketika jalan tol selesai dibangun dan diresmikan Presiden Joko Widodo, lahan 300 meter persegi milik Aty dkk selaku Penggugat, sudah menyatu dengan aspal. Ganti rugi yang dijanjikan tak kunjung datang.

Jejak Legalitas yang Terabaikan
Menurut Ahmad Zaelani, selaku kuasa hukum para Penggugat, klaim kepemilikan tanah ini bukan tanpa dasar. Dokumen Akta Jual Beli (AJB) Nomor 590/3300 dan 590/3301 bertanggal 31 Oktober 1991 menunjukkan transaksi sah di hadapan pejabat berwenang.

Selain itu, Surat Keterangan Tidak Sengketa Nomor 594/88-Kel.Jbg/2020 yang dikeluarkan Kelurahan Jombang pada 3 November 2020 semakin memperkuat bahwa lahan tersebut bebas dari masalah hukum.

“Tidak ada sengketa, dokumen lengkap, dan bahkan pemerintah kelurahan sendiri telah menerbitkan surat keterangan. Jadi, mengapa hak atas ganti rugi ini diabaikan?” kata Zaelani, Selasa (26/8/2025).

Permohonan Tanpa Jawaban
Sejak September 2020, upaya administratif ditempuh. Surat demi surat dikirimkan ke BPN Tangsel, bahkan sampai ke PT Cinere Serpong Jaya (CSJ) sebagai pengembang.

  • 24 September 2020, permohonan pertama pembayaran ganti rugi.
  • 8 Oktober 2020, permohonan kedua.
  • 28 Desember 2020, permohonan ketiga.

Namun, semuanya berakhir hening. Tak ada tindak lanjut, apalagi pembayaran. “Setelah itu, para Penggugat melayangkan dua kali somasi pada Agustus dan September 2023. Bukti tanda terima pengiriman ada, tetapi jawaban tetap nihil,” ungkap Zaelani.

Baca juga:
KPK Usut Dugaan Suap Ke Pejabat Kemenag Di Kasus Kuota Haji

Melawan Lewat Pengadilan
Akhirnya, para Penggugat membawa perkara ini ke meja hijau. Dalam petitumnya, pada sidang perdana yang digelar Selasa (26/8/2025) di PN Tangerang, Aty meminta hakim menyatakan tanah tersebut sah miliknya, menyatakan para tergugat—yakni Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tangsel, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan PT CSJ—telah melakukan perbuatan melawan hukum, serta menuntut ganti rugi sebesar Rp 4,35 miliar.

“Rinciannya: Rp 900 juta untuk nilai tanah, Rp 450 juta biaya hukum, dan Rp 3 miliar kerugian immateriil akibat waktu, tenaga, dan pikiran yang tersita. Tak hanya itu, kami juga menuntut uang paksa Rp 1 juta per hari jika putusan tidak dijalankan,” tegas Zaelani.