
JAKARTA – Musisi sekaligus anggota DPR RI, Ahmad Dhani, nyaris diusir dari ruang rapat Komisi XIII DPR saat berlangsungnya sidang koordinasi membahas polemik royalti musik, Rabu (27/8/2025). Teguran keras dilayangkan pimpinan sidang setelah Dhani dianggap berulang kali memotong pembicaraan musisi lain, termasuk Ariel Noah dan Judika.
Insiden bermula ketika Ariel Noah, yang hadir mewakili Vibrasi Indonesia (VISI), menyoroti kebingungan para musisi terkait izin penggunaan lagu secara komersial. Ariel mempertanyakan klasifikasi yang jelas mengenai siapa saja yang wajib membayar izin, mulai dari penyanyi kafe hingga konser besar.
Saat Ahmad Dhani, anggota Komisi X, mencoba langsung menjawab pertanyaan Ariel, Ketua Komisi XIII Willy Aditya selaku pimpinan sidang langsung menyela. Willy menegur dan mengingatkan bahwa forum tersebut bertujuan untuk menampung aspirasi, “bukan forum berbalas pantun.”
Baca juga:
Sammy Simorangkir dan Lesti Kejora Jadi Saksi Uji UU Hak Cipta
Suasana kembali memanas ketika Dhani kembali memotong pembicaraan Judika yang sedang memberikan pandangannya. Interupsi kedua ini memicu reaksi yang lebih keras dari pimpinan sidang.
“Sekali lagi interupsi, kami berhak keluarkan jenengan (Anda) dari forum,” tegas Willy Aditya kepada pentolan Dewa 19 tersebut.
Meskipun diwarnai ketegangan, rapat tetap dilanjutkan. Judika menjelaskan bahwa masalah royalti baru muncul ketika hak ekonomi dan moral pencipta lagu dilanggar, misalnya saat lagu digunakan secara komersial tanpa bayaran atau diubah tanpa izin.
Rapat koordinasi ini sendiri digelar untuk mencari solusi atas kemelut royalti musik yang tak kunjung usai. Sistem lisensi kolektif (blanket license) yang diatur dalam UU Hak Cipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dinilai banyak musisi tidak transparan dan menghasilkan pembagian yang tidak layak.
Ketidakpuasan ini telah mendorong sejumlah musisi, termasuk Dewa 19, Rhoma Irama, dan Charly Van Houten, untuk menjajaki sistem royalti langsung (direct license) atau bahkan membebaskan penggunaan karya mereka di ruang publik sebagai bentuk protes terhadap sistem yang dianggap belum optimal.
