49 views 3 mins 0 comments

Pedagang Beras Pasar Induk Cipinang Rugi Puluhan Juta

In Ekonomi, Regional
September 08, 2025

JAKARTA – Sejumlah pedagang di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta Timur, menghadapi tekanan berat akibat lonjakan harga gabah di tingkat petani. Pada Senin (8/9), mereka mengeluhkan kerugian yang mencapai puluhan juta rupiah karena biaya modal untuk beras premium kini melambung tinggi, membuatnya sulit untuk dijual kembali tanpa merugi.

Para pedagang mengungkapkan, harga gabah kering di tingkat petani saat ini telah menyentuh angka Rp8.200 per kilogram. Hal ini secara langsung mendorong biaya modal (pokok) beras premium menjadi sekitar Rp14.000 per kilogram. Setelah ditambah biaya operasional dan distribusi, harga jual di pasar induk menjadi sulit ditekan di bawah Rp15.000 per kilogram.

Salah satu pedagang, Abdul Malik (45), yang telah berjualan selama 15 tahun di PIBC, mengatakan situasi ini diperparah dengan kualitas beras yang terkadang tidak sebanding dengan harganya yang mahal.

“Belum lagi ada beras premium yang fisiknya remuk atau kualitasnya kurang bagus. Jadi, ada yang malah terpaksa jual rugi di harga Rp12.800 per kilogram,” ungkap Abdul.

Baca juga:
Beras Langka di Jakarta, Pramono Sebut Akibat “Panic Buying”

Ia menambahkan, selisih kerugian yang terlihat kecil per kilogramnya dapat membengkak menjadi kerugian masif dalam transaksi besar. “Memang terlihat kecil (selisih Rp2.000 per kg), tapi kalau transaksinya sudah berton-ton, kerugiannya bisa Rp28 juta sampai Rp40 juta,” jelasnya.

Mekanisme Panen dan Dilema Pedagang

Pedagang lainnya, Suyatno (52), menyoroti akar masalah yang menurutnya berasal dari tingkat hulu. Ia menyebut stok beras premium dari petani sebenarnya mencukupi, namun para pedagang kini enggan membelinya karena khawatir tidak dapat menjualnya kembali.

“Kalau panen tidak serentak, harga gampang dipermainkan. Pemerintah sebaiknya jangan hanya mengawasi pedagang, tapi juga mengatur agar panen lebih terjadwal,” ujar Suyatno.

Menurutnya, kondisi ini menempatkan pedagang dalam posisi serba salah. Mereka harus memilih antara menyimpan stok hingga harga membaik, nekat menjual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), atau terpaksa menjual rugi untuk menjaga perputaran uang.

“(Suplai beras) premium sih ada, tapi pedagang banyak yang memilih simpan. Kalau nekat jual sekarang, bisa jadi sangat mahal atau malah jual rugi,” katanya.

Data Resmi Konfirmasi Harga di Atas HET

Keluhan para pedagang ini sejalan dengan data resmi. Berdasarkan panel harga Badan Pangan Nasional (Bapanas) per Senin (8/9), rata-rata harga beras premium di tingkat konsumen secara nasional tercatat Rp15.733 per kilogram.

Angka tersebut telah melampaui HET yang ditetapkan pemerintah untuk zona 1 (Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, Sulawesi) sebesar Rp14.900 per kilogram dan HET zona 2 (Sumatra selain Lampung & Sumsel, NTT, Kalimantan) sebesar Rp15.400 per kilogram.

Para pedagang kini khawatir bahwa harga yang terus merangkak naik akan membuat konsumen beralih dari beras premium ke beras medium dalam jangka panjang. Mereka berharap pemerintah dapat memberikan perhatian serius untuk menstabilkan seluruh rantai pasok, mulai dari tingkat produksi petani hingga distribusi ke pasar, agar kerugian tidak terus berlanjut.