24 views 2 mins 0 comments

Efek Dana Rp 200 T: Berisiko Lemahkan Rupiah

In Ekonomi, Finansial
September 15, 2025

JAKARTA – Kebijakan pemerintah menggelontorkan dana sebesar Rp 200 triliun ke perbankan nasional dinilai memiliki dua sisi mata uang. Di satu sisi, langkah ini disambut positif karena berpotensi mendorong pertumbuhan kredit dan ekonomi, namun di sisi lain berisiko memberi tekanan pada nilai tukar rupiah.

Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, menilai bahwa kebijakan yang berlaku sejak Jumat (12/9) ini pada dasarnya merupakan bentuk pelonggaran moneter.

“Investor menyambut positif kebijakan menteri keuangan baru tersebut. Namun, kebijakan ini termasuk pelonggaran moneter sehingga sebenarnya justru bisa menekan rupiah,” kata Lukman kepada wartawan, Senin (15/9/2025).

Meski demikian, Lukman menambahkan bahwa dampak pelemahan tersebut tidak akan terasa secara langsung. Pergerakan rupiah dalam jangka pendek masih akan lebih dipengaruhi oleh data-data ekonomi global dan kebijakan suku bunga, terutama dari bank sentral Amerika Serikat (The Fed).

Baca juga:
Menkeu Purbaya Kucurkan Rp200 Triliun ke Lima Bank Himbara

Untuk perdagangan hari ini, ia memproyeksikan rupiah akan bergerak konsolidasi dengan kecenderungan melemah terbatas. Investor diperkirakan masih bersikap wait and see menjelang Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDGBI) dan rapat The Fed (FOMC) yang akan digelar pada Rabu mendatang.

“Range pergerakan rupiah hari ini berada di level Rp 16.350–Rp 16.450 per dolar AS,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa tujuan utama penempatan dana ini adalah untuk meningkatkan likuiditas perbankan.

“Saya pastikan dana Rp 200 triliun masuk ke sistem perbankan. Pasti pelan-pelan akan dikredit sehingga ekonominya bisa bergerak,” ujar Purbaya saat konferensi pers di Jakarta, Jumat lalu.

Dana tersebut disalurkan ke lima bank BUMN, yakni Bank Mandiri, BNI, BRI, BTN, dan BSI. Purbaya juga menegaskan bahwa sumber dana ini bukan berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) maupun Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA).