
JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menghentikan pendampingan hukum oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN) untuk Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam kasus gugatan perdata senilai Rp 125 triliun. Keputusan ini diambil setelah majelis hakim menyatakan gugatan tersebut bersifat pribadi, bukan terkait jabatannya sebagai pejabat negara.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, menjelaskan bahwa JPN tidak lagi memiliki legal standing atau kedudukan hukum untuk mewakili Gibran dalam kasus ini.
“Karena ini sifatnya gugatan pribadi kepada Pak Gibran, bukan sebagai wapres, maka yang menjadi penasihat hukum berikutnya bukan dari kejaksaan,” ujar Anang di kantor Kejagung, Jakarta, Kamis (18/9/2025).
Persoalan ini bermula saat sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 8 September lalu. Kehadiran JPN sebagai kuasa hukum Gibran langsung diprotes oleh pihak penggugat, seorang warga sipil bernama Subhan Palal.
Baca juga:
Gugatan Ijazah Gibran Rp 125 Triliun Dinilai Absurd
Subhan menegaskan bahwa ia menggugat Gibran sebagai individu, bukan institusi wakil presiden, sehingga tidak seharusnya menggunakan fasilitas negara. “Oh, ini pakai negara? Ini gugatan pribadi, kenapa pakai jaksa negara?” tanya Subhan saat itu di ruang sidang.
Majelis hakim yang memeriksa perkara akhirnya sependapat dengan argumen penggugat. Anang Supriatna menjelaskan, Kejagung pada awalnya memberikan pendampingan karena menerima surat kuasa khusus dari Gibran, dengan asumsi gugatan tersebut menyangkut institusi negara.
“Atas dasar kuasa khusus, JPN bisa hadir di persidangan. Namun, majelis hakim berpendapat bahwa karena ini sifatnya gugatan pribadi, Jaksa Pengacara Negara tidak mempunyai legal standing,” jelas Anang. Dengan demikian, untuk sidang-sidang selanjutnya, Gibran akan didampingi oleh tim kuasa hukum pribadinya.
