19 views 2 mins 0 comments

Menepis Dualisme dan Merancang Reformasi Kultural Polri

In Video
September 26, 2025

JAKARTA – Polemik seputar reformasi Polri, menyusul pembentukan dua tim reformasi: satu oleh Presiden dan satu lagi oleh Kapolri sendiri. Meskipun ada pandangan yang mencoba mempertentangkan kedua tim tersebut, Penasihat Ahli Kapolri, Irjen Pol (Purn) Aryanto Sutadi, menegaskan bahwa tidak ada pertentangan.

Tim bentukan Kapolri, yang dipimpin oleh Komjen Krisnanda, adalah bentuk respons dan dukungan internal Polri terhadap keinginan Presiden untuk melakukan pembenahan, khususnya pada aspek kultural yang dinilai masih tertinggal dibandingkan aspek struktural dan instrumental.

“Kelemahan kultural Polri yang paling menonjol dan mudah terlihat oleh publik meliputi perilaku hedonis, koruptif, arogan, eksesif, lemahnya pengawasan melekat, respons yang lambat terhadap laporan (“no viral no justice”), serta penelantaran laporan di SPKT” kata Aryanto Sutadi dalam podcast Konsensus.

Baca juga:
Tragedi Mahasiswa di Wina: Sisi Gelap Kunjungan Mewah Anggota DPR

Ia meyakini bahwa aspek-aspek ini dapat diperbaiki dengan “crash program” atau program cepat yang disebut sebagai “akselerasi transformasi kultural Polri” oleh tim yang dibentuk Kapolri. Program ini fokus pada “quick win” untuk menghasilkan perubahan yang cepat dan terlihat signifikan dalam waktu satu tahun.

“Insiden kerusuhan saat demonstrasi yang mengemukakan kembali desakan reformasi Polri. Aryanto mencurigai adanya dalang di balik insiden yang menyebabkan korban, seperti kasus ojol yang terlindas, dan menduga itu adalah “by design” untuk membuat kekacauan dan menyerang polisi”

Ia menyayangkan usulan pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dari Kapolri tidak direspons oleh Presiden, padahal TGPF dinilai lebih efektif mengungkap dalang karena tidak terbebani oleh pembuktian pidana seperti polisi.

Lebih lanjut, Aryanto memaparkan usulan konkret untuk perbaikan kultural Polri. Di antaranya adalah mewajibkan transparansi pejabat tinggi, melarang Polantas menindak di lapangan dengan uang (hanya boleh tilang yang dibayar langsung ke bank), memperkenalkan aturan bahwa bawahan boleh melaporkan atasan yang hedonis tanpa takut sanksi, menerapkan sanksi tegas bagi atasan yang membiarkan bawahan arogan.