19 views 2 mins 0 comments

Isu Politisasi Ijazah dan Perbedaan Sistem Pendidikan

In Video
September 29, 2025

JAKARTA – Pakar pendidikan Ina Liem, menjelaskan bahwa tuduhan ini adalah fitnah dan murni isu politik, bukan masalah pendidikan. Beliau menyoroti perbedaan sistem pendidikan di Singapura, tempat Gibran menempuh pendidikan, dengan sistem di Indonesia.

Ina Liem menjelaskan bahwa jenjang pendidikan di Singapura memiliki durasi dan sistem yang berbeda dari Indonesia. Setelah SMP, siswa di Singapura umumnya mengikuti program secondary selama 4 tahun, yang mencakup kelas 9 dan 10, diakhiri dengan ujian O-level. Setelah O-level, ada pilihan untuk melanjutkan ke A-level selama 2 tahun untuk bisa langsung masuk kuliah tahun pertama.

Sistem ini membuat perbandingan langsung dengan ijazah SMA Indonesia menjadi tidak relevan, seperti jual beli kursi di PTN atau praktik suap untuk mendapatkan nilai. Ina Liem berpendapat bahwa jika kejujuran ijazah ingin diperjuangkan, maka semua pejabat dan anggota dewan di Indonesia harus dipertanyakan integritas ijazahnya.

Baca juga:
Menepis Dualisme dan Merancang Reformasi Kultural Polri

“Budaya Indonesia yang terlalu menjunjung tinggi ijazah daripada mengejar ilmu, sehingga banyak yang menghalalkan segala cara demi selembar kertas” kata Ina Liem dalam podcast Konsensus.

Ia menekankan bahwa kinerja dan pengalaman seharusnya lebih diutamakan daripada ijazah, terutama bagi individu yang sudah memiliki rekam jejak pekerjaan. Ia membandingkan dengan Jack Ma yang merekrut karyawan IT berdasarkan kemampuan, bukan ijazah.

Dalam konteks Gibran, kinerjanya sebagai pengusaha dan walikota Solo, serta tingkat kepuasan warga, seharusnya menjadi bukti yang lebih kuat daripada perdebatan ijazah. Ina Liem juga mengungkapkan kekesalannya terhadap disinformasi yang terus-menerus disebarkan oleh kelompok tertentu, yang menurutnya hanya membuang waktu dan mengganggu produktivitas bangsa.