
JAKARTA – Panggung politik PDIP kembali memanas pasca-pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto. Dua manuver kunci yang menjadi sorotan utama adalah penunjukan kembali Hasto sebagai Sekretaris Jenderal dan pencopotan Bambang Wuryanto (Bambang Pacul) dari kursi Ketua DPD PDIP Jawa Tengah.
“langkah-langkah ini sebagai bagian dari upaya konsolidasi internal besar-besaran oleh Ketua Umum Megawati Soekarnoputri untuk menegaskan arah politik partai ke depan,” ujar Josef H Wenas, Host Analisis Intelijen, di Unpacking Indonesia – Zulfan Lindan.
Selain Wenas, adapulan Peneliti LSI Denny JA, Ikrama Masloman, dan Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan, sebagai narasumber.
Ikrama menilai keputusan Megawati untuk menunjuk kembali Hasto sebagai sekjen dinilai sarat dengan nuansa “romantisme politik”. Ia menyoroti adanya penundaan 10 hari antara kongres di Bali dengan pengumuman resmi, yang mengindikasikan adanya kalkulasi politik yang cermat.
“Penundaan ini diduga kuat bertujuan untuk mengukur reaksi faksi-faksi internal partai, mengingat citra Hasto yang masih terbebani oleh kasus hukumnya, meskipun telah mendapat amnesti. Pada akhirnya, keputusan tersebut diambil secara mendadak dan diyakini merupakan hak prerogatif penuh dari Megawati,” jelas Ikrama.
Sementara itu, Djayadi melihat langkah strategis lainnya adalah pergantian di pucuk pimpinan PDIP Jawa Tengah. Meski alasan resmi yang disampaikan adalah aturan larangan rangkap jabatan, ia meyakini pencopotan Bambang Pacul memiliki motif politik yang lebih dalam.
“Bambang Pacul yang dikenal akomodatif, digantikan oleh FX Hadi Rudyatmo yang memiliki rekam jejak lebih keras dan berseberangan dengan Joko Widodo. Langkah ini diinterpretasikan sebagai upaya untuk membersihkan sisa-sisa pengaruh Jokowi di “kandang banteng” dan menegaskan garis komando partai,” kata Djayadi.*
