
JAKARTA – Presiden Direktur PEPS, Anthony Budiawan, mengingatkan kembali konteks krisis moneter 1998, di mana nilai tukar rupiah anjlok drastis dan menyebabkan kolapsnya sistem perbankan nasional.
Untuk menyelamatkan perekonomian, pemerintah saat itu terpaksa melakukan bailout atau dana talangan (BLBI) kepada bank-bank yang terdampak, termasuk BCA.
“Sebagai bagian dari penyelesaian, aset-aset bank tersebut, termasuk milik Grup Salim sebagai pemilik lama BCA, diambil alih oleh negara melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)” jelas Anthony di Unpacking Indonesia – Zulfan Lindan.
Penyelesaian kewajiban pemilik lama BCA secara hukum telah tuntas melalui skema Master Settlement of Acquisition and Agreement (MSAA). Antony menegaskan bahwa MSAA adalah titik penyelesaian yang sah antara pemilik lama dengan negara.
“Setelah pengambilalihan, pemerintah kemudian melakukan divestasi atau penjualan saham BCA kepada investor baru, dalam hal ini Konsorsium Farallon, melalui proses tender terbuka yang sah secara hukum sekitar tahun 2004,” jelasnya.
Dengan demikian, para pakar berpendapat bahwa tidak ada landasan hukum yang valid untuk membatalkan proses divestasi yang telah terjadi. Mengungkit kembali kasus yang sudah selesai 25 tahun lalu dinilai absurd dan berbahaya.*
