
Sebuah survei baru-baru ini memberikan gambaran tentang potensi besarnya konstituen di Indonesia yang akan mendukung solusi dua negara dan normalisasi hubungan dengan Israel, serta dampak konflik yang sedang berlangsung terhadap sentimen publik.
JAKARTA -Perang di Gaza serta krisis kemanusiaannya menjadi agenda penting dalam tur Timur Tengah Presiden Prabowo Subianto, yang membawanya ke Uni Emirat Arab, Turki, Mesir, Qatar, dan Yordania, bersama dengan kunjungan dua hari ke Arab Saudi.
Selama kunjungan luar negeri yang berlangsung awal tahun ini, Prabowo menegaskan kembali dukungan lama Indonesia untuk kemerdekaan Palestina, dengan menyatakan bahwa keberadaan dua negara merdeka, Palestina dan Israel, akan menjadi satu-satunya jalan yang layak menuju perdamaian abadi.
Berdiri di samping Presiden Prancis Emmanuel Macron saat kunjungan kenegaraan Macron di Indonesia pada 28 Mei, Prabowo mengucapkan pernyataannya yang paling berani dalam mendukung solusi dua negara: “Begitu Palestina mendapatkan pengakuan Israel, Indonesia akan siap membuka hubungan diplomatik dengan Israel.”
Solusi dua negara bukan lagi hanya sekadar cara untuk menghentikan kekerasan yang telah berlangsung puluhan tahun. Pengakuan Israel atas negara Palestina adalah prasyarat bagi normalisasi hubungan diplomatik Indonesia dengan Israel. Ini adalah pernyataan kebijakan paling jelas yang pernah diungkapkan oleh seorang presiden Indonesia mengenai normalisasi hubungan antara Indonesia dan Israel.
Bahkan mendiang Presiden Soeharto, yang mendominasi panggung politik selama 32 tahun, memiliki keraguan mengenai isu normalisasi karena khawatir akan memicu reaksi keras dari komunitas Muslim.
Pernyataan Prabowo di samping Macron dibuat di Indonesia. Hal ini simbolis karena ia berbicara langsung kepada basis politiknya, kemungkinan dengan mempertimbangkan pemilihan presiden 2029. Belajar dari pelajaran pemilihan gubernur Jakarta 2017, serta pemilihan presiden 2014, 2019, dan 2024, ia tahu bahwa basis politiknya mencakup persentase pemilih yang kuat yang mendukung Islam politik dan yang kecenderungan alaminya mungkin menolak setiap upaya untuk menormalisasi hubungan Indonesia dengan Israel.
Memahami Opini Masyarakat Indonesia
Untuk menjajaki situasi, MEDIAN, sebuah perusahaan survei dan riset yang berbasis di Jakarta, melakukan survei nasional dari 12 hingga 18 Juni 2025 untuk mengukur sentimen publik terhadap pernyataan Prabowo. Survei ini mengumpulkan 907 sampel yang didistribusikan secara acak di 38 provinsi melalui media sosial.
Rangkaian pertanyaan berikut diajukan: Apakah masyarakat Indonesia mengikuti perkembangan di Timur Tengah dengan saksama? Bagaimana mereka memproses informasi tersebut? Bagaimana mereka memandang solusi dua negara? Dan apakah mereka akan mendukung normalisasi hubungan dengan Israel di bawah syarat-syarat yang ditetapkan oleh Presiden Prabowo?
Perhatian Tinggi pada Isu-Isu Timur Tengah
Temuan survei mengungkapkan bahwa persentase tinggi publik Indonesia adalah konsumen berita yang antusias mengenai Timur Tengah: 31% mengikuti berita 5-6 hari seminggu, 20% memantau berita setiap hari, sementara 10% memeriksa berita 2-4 hari seminggu, dan 10% hanya sekali seminggu (Gambar 1).

Ini menunjukkan bahwa lebih dari 50% publik memantau dengan cermat perkembangan di Timur Tengah, dan dengan konflik Palestina-Israel di garis depan berita dari kawasan itu, hal tersebut menunjukkan bahwa isu ini menjadi perhatian utama bagi publik.
Mayoritas responden tampaknya mendapatkan informasi mereka dari media sosial: sementara 40% mengklaim memperoleh berita dari TV, 30,5% menyebut TikTok sebagai sumber berita mereka, 28,2% menyebut YouTube, 27% menyebut Facebook, dan 25% menyebut Instagram (Gambar 2).

Mungkin juga responden memperoleh informasi dari media arus utama dan media sosial, tetapi dominasi media sosial sebagai sumber berita akan berdampak pada kualitas informasi yang diserap oleh publik. Mereka menyerap informasi rasional yang tersaring, tetapi juga konten yang tidak terverifikasi dan emosional.
Bagaimana Tren Penerimaan terhadap Solusi Dua Negara?
Bagaimana masyarakat Indonesia memandang solusi dua negara? Dan berapa banyak yang mendukung gagasan tersebut? Untuk mengeksplorasi pertanyaan ini, MEDIAN melakukan dua survei (dengan ukuran sampel 900) pada bulan Februari dan Juni 2025. Survei awal menunjukkan hasil yang menjanjikan terkait dukungan untuk solusi dua negara, tetapi tren yang lebih baru pada akhir Juni menunjukkan tanda-tanda penurunan (Gambar 3).

Survei bulan Februari menyoroti bahwa 56,9% responden menyatakan hanya Palestina yang berhak memiliki negara, sementara 40,5% mendukung gagasan bahwa baik Israel maupun Palestina berhak memiliki negara, dan tidak ada yang mendukung gagasan bahwa hanya Israel yang berhak memiliki negara.
Meskipun 56,9%, atau mayoritas dari mereka yang disurvei, memilih untuk tidak mendukung hak Israel untuk memiliki negara, penting untuk tidak meremehkan signifikansi proporsi 40,5% masyarakat Indonesia yang mendukung hak Israel dan Palestina untuk memiliki negara.
Mengingat demografi Muslim Indonesia sekitar 87%, mengonversi persentase ini ke angka riil menunjukkan bahwa puluhan juta Muslim Indonesia setuju dengan gagasan negara Palestina dan negara Israel yang berdampingan. Berdasarkan asumsi ini, sebagian besar Muslim Indonesia akan mendukung solusi dua negara.
Namun, pada bulan Juni, terjadi penurunan sentimen publik: dukungan untuk solusi dua negara menyusut menjadi 30,2% hanya dalam waktu empat bulan.
