240 views 29 mins 1 comments

COREinsight: Kopdes Merah Putih, Paradoks Gerakan Ekonomi Rakyat


In Kajian, Politika
June 11, 2025

Jalan Berliku Menuju Koperasi yang Berdaulat

Perkembangan ekonomi desa di Indonesia, dari era kolonial hingga paska-reformasi, memberikan pembelajaran berharga tentang pentingnya pendekatan yang tepat dalam membangun koperasi.

Pengalaman KUD yang mengalami kemunduran akibat pendekatan top-down dan penyeragaman menunjukkan bahwa pembangunan institusi ekonomi pedesaan memerlukan strategi yang lebih matang dan kontekstual.

Dalam konteks rencana pengembangan koperasi desa Merah Putih, pembelajaran dari masa lalu menjadi sangat relevan untuk memastikan program ini tidak mengulangi kesalahan yang sama. CORE merekomendasikan tujuh aspek krusial untuk memitigasi risiko implementasi:

Pertama, menjaga marwah koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat yang lahir dari kesadaran kolektif untuk saling menolong dan membangun kesejahteraan bersama. Esensi ini tercermin dalam prinsip-prinsip fundamental: kesukarelaan, keterbukaan, pengelolaan demokratis, partisipasi ekonomi anggota, otonomi dan kemandirian, pendidikan dan pelatihan, serta kepedulian terhadap komunitas.

Kedua, mengutamakan rasionalitas alokasi anggaran. Rencana penggelontoran dana Rp 400 triliun yang sebagian diambil dari kas APBN dan realokasi dana desa berpotensi melemahkan program-program pembangunan yang sudah berjalan dan terbukti bermanfaat.

Kebijakan efisiensi anggaran sebelumnya sudah menunjukkan dampak negatif terhadap ekonomi domestik, sehingga pengalihan dana dalam skala masif ini perlu dipertanyakan secara serius. Pembelajaran dari era paska reformasi menunjukkan banyak koperasi tumbuh hanya karena insentif kredit lunak pemerintah, namun kemudian menjadi tidak aktif dan tinggal “koperasi papan nama”, suatu pemborosan yang tidak boleh terulang dengan anggaran sebesar ini.

Ketiga, mitigasi manajemen risiko. Banyak koprasi simpan pinjam yang gagal karena pengurus tak memahami manajemen risiko, sementara tidak ada sistem audit yang berjalan. Penyaluran kredit harus disertai risk assessment komprehensif, program pendampingan intensif, dan sistem early warning untuk mendeteksi potensi masalah sejak dini.

Lebih penting lagi, perlu sistem pengawasan dan audit yang ketat untuk mencegah fraud dan penyalahgunaan dana, mengingat besarnya anggaran yang dialokasikan dan lemahnya sistem tata kelola di tingkat desa.

Keempat, menjaga ekosistem ekonomi desa yang ada. Kehadiran koperasi baru tidak boleh merusak institusi ekonomi yang telah berkembang matang selama bertahun-tahun. Pendekatan yang bijaksana adalah mengintegrasikan koperasi baru dengan aktivitas ekonomi yang telah ada, bukan memonopoli seluruh aktivitas ekonomi desa.

Kelima, menerapkan pendekatan kontekstual. Implementasi koperasi tidak dapat dilakukan dengan pendekatan satu ukuran untuk semua, melainkan harus melihat potensi spesifik setiap desa dan kinerja ekonomi yang telah dicapai. Pemetaan komprehensif terhadap potensi ekonomi lokal dan karakteristik masyarakat menjadi kunci keberhasilan.

Keenam, implementasi bertahap berbasis prestasi. Jumlah dana yang dapat diakses harus kontekstual dan bergantung pada kinerja aparatur desa serta track record pengelolaan program ekonomi sebelumnya. Tahap awal harus fokus pada penguatan kapasitas SDM sebelum menggelontorkan dana besar.

Ketujuh, strategi pengembangan berlapis. Desa-desa unggulan dengan kinerja ekonomi baik menjadi pionir implementasi, kemudian menjadi model pembelajaran peer- to-peer bagi desa lainnya. Pola ini menciptakan sistem pembelajaran yang lebih efektif dibandingkan pendekatan top-down yang seragam.*

Referensi Kunci:

Buku dan Jurnal:

Alatas A and Sulong WSW (2020) ‘The emergence and development of indigenous tea plantations in West Java, 1875–1941’. Kemanusiaan, 27(2): 39–58. doi:10.21315/kajh2020.27.2.3.

Amin C (1961) Darimana koperasi mendapatkan modalja?, Departemen Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masjarakat Desa: Jakarta.

Baswir R (2022) Manifesto ekonomi kerakyatan edisi 2, Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Hatta M (1954) Kumpulan karangan III, Penerbitan dan Balai Buku Indonesia: Jakarta.

Hatta M (1956) Koperasi dan pembangunan: pidato-radio p.j.m. wakil presiden pada tanggal 11 djuli 1956 pada hari kooperasi Indonesia ke-VI, Kementerian Penerangan: Jakarta.

Yuliando H, Erma KN, Cahyo SA, and Supartono W (2015) ‘The strengthening factors of tea farmer cooperative: Case of Indonesian tea industry’, Agriculture and Agricultural Science Procedia, 3, 143-148. doi: 10.1016/j.aaspro.2015.01.028.

Series:

Indisch Verslag (1931-1941)
.

Statistik Indonesia, 1956-1976
.

Statistical Yearbook of Indonesia, 1981-2024.