
Ketiga, dalam program MBG, pemerintah perlu mengembangkan model dapur hybrid yang mengintegrasikan dapur sekolah dengan katering lokal secara masif, dilengkapi sistem pembayaran dan pengawasan yang transparan serta real-time. Model ini diharapkan mampu mengoptimalkan penyerapan anggaran, menciptakan multiplier effect bagi produsen lokal, sekaligus memperkuat ketahanan pangan daerah.
Keempat, alihkan fokus kebijakan ketahanan pangan dari pola pembangunan food estate berbasis pembukaan lahan baru ke arah revitalisasi sentra pangan eksisting. Strategi ini dapat ditempuh melalui mekanisasi, riset, dan teknologi dengan memperkuat kolaborasi perguruan tinggi–swasta, insentif R&D, pengembangan benih unggul, peningkatan produktivitas, serta modernisasi irigasi, sehingga ketahanan pangan dapat dicapai secara berkelanjutan tanpa merusak ekosistem hutan, gambut, maupun rawa.
Kelima, untuk memperkuat kapasitas fiskal daerah sekaligus meningkatkan kualitas belanja, pemerintah perlu memberikan kembali fleksibilitas penggunaan DAU, khususnya bagi daerah dengan kemandirian fiskal rendah, agar tersedia ruang untuk pemerintah daerah menyesuaikan alokasi sesuai prioritas kebutuhan.
Langkah ini harus diiringi dengan perbaikan sistem administrasi perpajakan daerah melalui digitalisasi untuk mengurangi kebocoran dan meningkatkan kepatuhan, intensifikasi pajak dan retribusi yang sudah ada tanpa menambah beban baru bagi masyarakat, serta penyederhanaan prosedur perizinan untuk mendorong penerimaan retribusi. Di sisi belanja, diperlukan realokasi dari belanja operasional ke belanja modal yang lebih produktif.
Keenam, reformulasi anggaran pendidikan. Pastikan alokasi 20% APBN benar-benar digunakan secara eksklusif untuk pendidikan dasar, menengah, dan tinggi sesuai amanat MK No. 24/2007, bukan terserap pada pos non-pembelajaran seperti belanja administrasi atau birokrasi.
Penajaman anggaran perlu diarahkan pada peningkatan akses dan kualitas, terutama di daerah tertinggal melalui penyediaan sarana-prasarana memadai, pelatihan guru, dan dukungan pembiayaan siswa. Program ini juga harus menargetkan peningkatan angka kelulusan SMA menjadi 80% secara nasional, dengan strategi afirmatif bagi daerah yang angka partisipasinya masih rendah, sehingga kesenjangan pendidikan antarwilayah dapat ditekan.
Ketujuh, pemerintah perlu melanjutkan pemberian insentif pajak untuk dua tujuan strategis: pertama, pelatihan keterampilan guna meningkatkan produktivitas tenaga kerja; kedua, penelitian dan pengembangan (R&D) untuk mendorong daya saing industri. Namun, langkah ini harus disertai evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas dan dampaknya.
Evaluasi tersebut penting agar skema insentif benar-benar dimanfaatkan sektor-sektor strategis, mendorong inovasi, serta menghasilkan tenaga kerja dengan kompetensi yang sesuai kebutuhan pasar. Penyempurnaan dapat mencakup penyederhanaan prosedur, penyesuaian sektor prioritas, dan peningkatan akuntabilitas dalam penggunaan insentif.*
Artikel ini telah dimuat di situs: CORE Indonesia.
