
Daya Ungkit Konsumsi Rumah Tangga Masih Rendah
Kelesuan konsumsi rumah tangga berlanjut di kuartal II 2025, meneruskan tren pelemahan yang telah dimulai sejak awal tahun. Beberapa indikator bahkan menunjukkan pelemahan lebih dalam pada periode April-Juni. Melemahnya konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2025 jika dibandingkan dengan triwulan I 2025 (tahunan), tercermin dari melambatnya pertumbuhan tahunan indeks penjualan riil (IPR).
Pada triwulan II 2025, IPR diproyeksikan hanya tumbuh 1,2% (tahunan). Angka proyeksi ini separuh dari laju IPR pada Januari-Maret 2025 (2,8%). Di sisi lain, meski pertumbuhan IPR pada kuartal II 2025 lebih tinggi 1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, rendahnya IPR pada triwulan II 2025 adalah alarm bagi konsumsi rumah tangga.
Data IPR berdasarkan kategori menunjukkan pola yang berbeda sejak 2019, konsumsi non- makanan terus menurun, sementara pengeluaran makanan konsisten tumbuh (Grafik 1). Pada triwulan II 2025, bahkan, di saat banyak momen liburan, konsumsi non-makanan masyarakat justru berada di bawah indeks 100, yang artinya pesimis. Perlambatan konsumsi non-makanan ini sejalan dengan jatuhnya pertumbuhan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK).
Pada Triwulan II 2025, IKK terkontraksi -5,1% (tahunan), padahal pada Januari-Maret masih tumbuh 0,7% (tahunan). Sementara itu, Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE), yang mencerminkan kondisi terkini rumah tangga di Indonesia, tergunting -6,1% secara tahunan pada triwulan II 2025, jauh lebih dalam dari -0,6% pada triwulan sebelumnya tahun ini.

Melemahnya konsumsi non-makanan pada periode April-Juni 2025 adalah sebuah anomali karna terjadi di saat banyak hari libur. Hal ini tercermin dari menurunnya jumlah penumpang transportasi umum, seperti kereta api dan pesawat terbang. Pada kuartal IV 2024, jumlah penumpang pesawat terbang tersungkur -42,08% (tahunan), dan penumpang kereta api melambat di level 9,42% pada kuartal I 2025, jauh di bawah pertumbuhan penumpang pada 2024, yang rata-ratanya mencapai 35,9% (tahunan). Sementara penumpang kapal laut, meski tumbuh positif pada kuartal I 2025 (7,37%), angkanya jauh di bawah kuartal I 2024 (29,42%).
Di sisi lain, tingkat okupansi kamar hotel berbintang juga menurun drastis pada kuartal I 2025 dan diperkirakan terus merosot pada kuartal II 2025. Pada kuartal I 2025, pertumbuhan okupansi hotel terkontraksi -0,07% (tahunan). Ini adalah kontraksi untuk pertama kalinya sejak Covid, yang menunjukkan kecenderungan wisatawan memilih penginapan dengan harga lebih murah untuk memangkas biaya travelling.
Selain konsumsi perjalanan atau wisata, rumah tangga Indonesia juga tampak menunda rencana pembelian rumah, khususnya rumah tipe menengah dan rumah tipe besar. Pada kuartal I 2025, pertumbuhan penjualan kedua tipe rumah tersebut masing-masing terkontraksi -35,76% dan -11,69%.
Di sisi lain, terhimpitnya rumah tangga Indonesia juga tercermin dari pendapatan yang diterima. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja merosot drastis pada kuartal I 2025, dan lebih dalam lagi sepanjang April-Juni 2025. Pada kedua periode tersebut, Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja terpangkas masing-masing -7,7% dan -13,8% secara tahunan.
Hal ini juga sejalan dengan jumlah PHK yang meningkat 27,7% periode Januari – April dari tahun sebelumnya (Kemnaker, 2025). Kontraksi pada indeks ini mencerminkan minimnya pendapatan masyarakat untuk mendorong konsumsi. Minimnya pendapatan masyarakat ini terbukti oleh tren pertumbuhan upah riil yang belum pulih ke level sebelum Covid. Pada Februari 2025, pertumbuhan upah riil mencapai 1,9% (tahunan), masih lebih rendah dari pertumbuhan pada 2019 yang mencapai 2,5%.
Proporsi pengeluaran konsumsi rumah tangga mengonfirmasi seretnya pendapatan masyarakat. Hal ini tercermin dari terpangkasnya proporsi pengeluaran rumah tangga untuk tabungan (saving). Proporsi tabungan pada kuartal II 2025 mencapai 14,6% dari total alokasi spending rumah tangga, atau menurun dari 16,6% pada periode yang sama tahun lalu.
Sementara proporsi konsumsi meningkat 1,2% pada periode yang sama. Hal ini mengindikasikan, masyarakat terpaksa menggerus tabungan untuk mendorong konsumsi makanan utamanya untuk rumah tangga menengah ke bawah.
Rata-rata nominal tabungan (dana pihak ketiga) pada akun rekening perbankan di bawah Rp 100 juta mengkonfirmasi fenomena makan tabungan kelompok masyarakat menengah ke bawah. Pada kuartal II 2025, rata-rata nominal tabungan rekening di bawah Rp 100 juta menurun sebesar -2,4% (tahunan). Tak hanya itu, kelompok rumah tangga dengan akun rekening Rp 100 juta – Rp 1 miliar pun nominalnya terkontraksi -0,23% pada periode yang sama.
Melemahnya konsumsi rumah tangga juga dicerminkan oleh lebih rendahnya inflasi umum pada triwulan II 2025. Rendahnya inflasi umum ini selain dipengaruhi oleh tren harga pangan yang relatif landai, juga dipengaruhi oleh lemahnya tarikan permintaan dari rumah tangga masyarakat. Sepanjang April hingga Juni, inflasi umum berada di kisaran 1,6 – 1,95% (tahunan), lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai 2,51 – 3% (tahunan).
Sementara itu, paket stimulus ekonomi yang dikeluarkan pemerintah hanya sebesar 0,8% dari total PDB konsumsi Indonesia pada kuartal I 2025 dengan masa berlaku yang hanya 2 bulan (Juni – Juli). Kondisi ini diperparah dengan dibatalkannya stimulus diskon tarif listrik, padahal biaya listrik menyerap rata-rata 10% total pengeluaran rumah tangga Indonesia.
Dari sisi ketenagakerjaan, himpitan terhadap rumah tangga Indonesia juga tercermin dari minimnya ketersediaan lapangan kerja yang layak. Sepanjang Januari – April 2025, Kemnaker mencatat terjadi lonjakan PHK sebesar 27,7% dibandingkan periode yang sama tahun 2024, atau PHK meningkat dari 18.829 pekerja pada Januari-April 2024, menjadi 24.036 pada Januari – April 2025.
Di sisi lain, sebanyak 11,1 juta orang yang bekerja di sektor informal kehilangan kesempatan mendapatkan pekerjaan layak pasca pandemi dalam rentang periode Februari 2020 – Februari 2025. Dengan minimnya kesempatan kerja yang layak, wajar jika rumah tangga masyarakat mengerem konsumsi non-esensial, dan pada saat yang sama seretnya pendapatan telah memaksa masyarakat menengah ke bawah menggerus tabungan.
