
JAKARTA – Sekarang ini sedang berjangkit laku curang bernama pengoplosan. Berbagai komoditas pokok, seperti BBM, minyak goreng, minuman, obat-obatan, dan komoditi pokok lain sudah menjadi target pengoplosan. Mengoplos, tentu tidak sama dengan mencampur saja, walaupun proses tersebut sangat sentral di dalamnya.
Kita tahu bahwa secara bahasa, kata kerja “mengoplos”, jika hanya dilihat secara etimologis, berarti tindakan mencampur sesuatu. Tetapi jika ditelisik secara semantik, makna kata tersebut memiliki konotasi yang negatif. Hasil suatu proses pengoplosan senantiasa cenderung dimaknai sebagai suatu “produk baru” yang berdampak negatif, kendati bisa saja tetap memakai nama yang lama!
Di Wakanda, jangankan komoditas seperti bensin, minyak, dan sejenisnya tidak kena wabah pengoplosan. Saya khawatir, bahkan laku tersebut sudah merambat lebih jauh dan mendalam: Ke arah gagasan dan praktik sistem demokrasi konstitusional (DK) yang dilaporkan oleh para pendiri bangsa dan yang kita perjuangkan pada era reformasi!.
DK, yang unsur dan komponen-komponen utamanya, sesuai dengan namanya, ada dalam konstitusi, lantas mengalami pengoplosan dengan memasukkan unsur dan komponen lawan, utamanya dari sistem otokrasi atau otoriterisme.
Jadilah produk baru yang sama sekali beda substansi dan dampaknya: Demokrasi Otoriter (DO) yang singkatannya mirip dengan singkatan Demokrasi Oplosan!
Sistem DO tampil dengan wajah yang mirip dan bagi yang tidak tahu atau mau tahu, akan dianggap sama saja: Ada pemilu, Pilkada, ada Parlemen, parpol, organisasi masyarakat sipil, birokrasi, dan sebagainya. Lengkap!
Namun begitu diperiksa isinya dan praksisnya, ketahuanlah bahwa DO sama sekali berlawanan dengan prinsip DK: Anti oposisi, anti perlidungan HAM, praktik politik dinasti, dominasi oligarki, pelemahan fungsi cabang legislatif dan yudikatif, dan sebagainya. Dan tak ketinggalan: Pelemahan terhadap masyarakat sipil melalui kooptasi dan hegemoni negara!
DO adalah hasil “pengoplosan politik ketatanegaraan” yang pada intinya akan menjungkirbalikkan gagasan & praktik sistem DK yang diperjuangkan tegaknya oleh kekuatan anak bangsa. Akankah bangsa ini menyadari dan kembali kepada khittah DK? Sejarah yang akan mencatatnya. Wallahua’lam.*
Muhammad AS Hikam, Analis Politik President University.