63 views 2 mins 0 comments

DJP Kejar Target Pajak Rp2.357 Triliun di 2026

In Ekonomi, Finansial
August 26, 2025

JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan telah menyiapkan serangkaian strategi untuk mengejar target penerimaan pajak yang ambisius pada tahun 2026. Pemerintah dalam RAPBN 2026 mematok target penerimaan pajak sebesar Rp2.357,71 triliun, angka yang menuntut pertumbuhan sebesar 13,51 persen dari target tahun sebelumnya.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, menyatakan bahwa salah satu pilar utama untuk mencapai target tersebut adalah implementasi Sistem Coretax. Sistem administrasi perpajakan yang baru ini diharapkan dapat memperluas basis wajib pajak melalui integrasi dan pertukaran data.

“Dari sisi administrasi, kita masih akan terus memanfaatkan Coretax melalui sinergi pertukaran data, kemudian sistem pertukaran transaksi digital luar negeri dan dalam negeri,” ujar Yon dalam sebuah webinar yang digelar ISEI Jakarta, Selasa (26/8/2025).

Baca juga:
Sri Mulyani Misi Berat 2026: Dongkrak Pajak Tanpa Ganggu Iklim Investasi

Selain Coretax, DJP juga akan memperkuat program bersama (joint program) antarlembaga dalam hal analisis data, pengawasan, dan intelijen perpajakan. Di sisi lain, pemerintah tetap akan memberikan insentif fiskal untuk menjaga daya beli, mendorong investasi, serta mendukung program hilirisasi industri.

Strategi serupa juga diterapkan di sektor kepabeanan dan cukai, dengan rencana ekstensifikasi atau penambahan jenis Barang Kena Cukai (BKC) baru, serta optimalisasi bea masuk dan bea keluar untuk mendukung hilirisasi.

Pengamat Nilai Target Terlalu Optimis

Meskipun pemerintah telah menyusun berbagai strategi, target penerimaan pajak 2026 dinilai terlalu optimis oleh sebagian kalangan. Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, menilai target tersebut sulit tercapai tanpa adanya intervensi kebijakan atau faktor eksternal yang luar biasa.

Ia membandingkan dengan lonjakan penerimaan pada tahun 2022 yang didorong oleh ledakan harga komoditas dan implementasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

“Melihat secara historis, target penerimaan pajak dalam RAPBN 2026 memang terlalu optimis. Pada 2023 dan 2024, ketika tidak ada intervensi serupa, tambahan penerimaan pajak jauh lebih rendah,” ujar Fajry.