
JAKARTA – Menanggapi kasus kekerasan, salah tangkap dan penyiksaan, pencabulan dan pembunuhan di luar hukum oleh sejumlah anggota polisi terhadap warga masyarakat dalam beberapa hari terakhir di berbagai kota di Indonesia, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, meminta DPR dan Presiden agar mengevaluasi Polri secara menyeluruh.
“Apa yang kita saksikan beberapa hari terakhir adalah rentetan pelanggaran yang dilakukan oleh aparat negara yang sejatinya menjadi pengayom dan pelindung masyarakat. Polisi dididik, dilatih, dan dipersenjatai negara untuk melindungi warga, bukan malah melakukan pembunuhan di luar hukum seperti yang diduga terjadi di Sulawesi Utara maupun salah tangkap dan penganiayaan yang diduga menimpa seorang warga pencari bekicot di Jawa Tengah,” papar Usman.
Menurut Usman, bahan dasar dari keberulangan kasus-kasus kekerasan polisi ini adalah impunitas di tubuh kepolisian. Rezim impunitas ini sudah menjadi kultur di kepolisian karena Polri terkesan membiarkan terus terjadinya pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan oleh anggota polisi. Rentetan kasus ini harus menjadi alarm yang serius bagi kepolisian untuk segera melakukan reformasi yang menyeluruh di tubuh kepolisian.
Kasus-kasus tersebut, kata Usman, harus diusut tuntas secara transparan dan pelakunya diberikan sanksi pidana untuk menghadirkan keadilan bagi korban dan keluarga korban. Selain itu, reformasi institusional atas Polri yang lebih mendalam harus segera dilakukan guna mencegah berulangnya kekerasan oleh anggota kepolisian di masa datang.
“Tanpa evaluasi yang serius dari Presiden, DPR, Kompolnas, Polri maupun pengawasan dan kontrol yudikatif, tidak mengherankan jika kasus-kasus serupa akan terus terjadi,” ujarnya.
“Reformasi di tubuh kepolisian harus melibatkan perubahan sistemik, bukan sekadar revisi aturan atau pelatihan semata. Tanpa akuntabilitas yang nyata di tingkat pimpinan Polri, segala upaya untuk menghentikan kekerasan oleh aparat akan sia-sia,” ia menegaskan.
Kejahatan polisi
Sejumlah anggota Polri diduga terlibat dalam sejumlah tindak kejahatan dalam beberapa hari terakhir. Di Grobogan, Jawa Tengah, seorang pencari bekicot menjadi korban salah tangkap setelah dituduh mencuri mesin pompa air pada Minggu malam (2/3/2025) di persawahan Desa Suru, Kecamatan Geyer.
Ia kemudian diduga mengalami penganiayaan oleh seorang aparat kepolisian yang membawanya ke kantor polisi untuk diperiksa lebih lanjut. Namun hasil penyelidikan Polsek Geyer membuktikan bahwa pria itu tidak bersalah dan tuduhan pencurian itu tidak bisa dibuktikan.
Di Ngada, Nusa Tenggara Timur, seorang Kapolres setempat yang kini berstatus non-aktif diduga mencabuli tiga anak di bawah umur. Dia bahkan merekam kekerasan seksualnya dan videonya dikirim ke situs porno Australia. Pria berpangkat AKBP itu sebelumnya ditangkap 20 Februari lalu dan dinyatakan mengonsumsi narkotika.
Sementara itu, di Labuhanbatu, Sumatra Utara, seorang anggota kepolisian pada Kamis (6/3/2025) menendang kepala seorang perempuan dengan status Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang diduga membakar sepeda motornya.
Kasus lain terjadi di Sulawesi Utara, di mana seorang anggota Brimob Polda pada Senin (10/3/2025) diduga menembak mati seorang warga penambang. Kasus penembakan tersebut diduga terjadi saat ada kericuhan di salah satu lokasi tambang emas ilegal di Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara.
Lalu seorang anggota Polda Jawa Tengah tengah diperiksa atas dugaan penganiayaan yang menyebabkan kematian bayi berusia dua bulan pada Minggu (2/3/2025).*