
JAKARTA – Memasuki hampir satu tahun masa pemerintahan Prabowo-Gibran, sejumlah pengamat melontarkan evaluasi kritis terhadap kinerja dan kebijakan yang telah dijalankan. Dalam sebuah diskusi virtual bertajuk “Politik Cari Muka,”.
Aktivis dan penggiat media social, Iyyas Subiakto, menyoroti adanya kesenjangan antara retorika pemerintah dengan data dan kondisi riil di masyarakat, terutama dalam sektor ekonomi dan program unggulan.
“Salah satu sorotan utama ditujukan pada gaya komunikasi Presiden Prabowo yang dinilai terlalu banyak wacana atau “omon-omon”. publik membutuhkan pernyataan yang lebih lugas dan konkret dari seorang kepala negara.” kata Iyyas Subiakto di Podcast Ruang Konsensus.
Baca juga:
Irma Suryani Membedah Isu-isu Panas
Selain itu, beberapa kebijakan simbolis, seperti penganugerahan Bintang Mahaputra kepada tokoh-tokoh kontroversial, dianggap dapat mendegradasi nilai dari penghargaan itu sendiri dan menunjukkan kurangnya sensitivitas pemerintah terhadap aspirasi publik.
Dari sisi ekonomi, para pengamat meragukan validitas data pertumbuhan ekonomi yang dirilis pemerintah di angka 5,12%. Keraguan ini didasarkan pada data pendukung yang dianggap tidak akurat, seperti statistik kemiskinan dan UMKM yang disebut “bodong”.
Isu penurunan daya beli masyarakat serta realisasi penerimaan pajak yang belum maksimal menjadi bukti nyata bahwa fundamental ekonomi di level akar rumput masih menghadapi tantangan serius.
