
Bagaimana dengan riwayat pendidikan Anda?
Iya semua di Lampung. Saya lulus S1 di Universitas Lampung (Unila). S2 saya dari UGM. Semua hukum. Sekarang lagi siap-siap mau ambil S3. Belum tahu nanti di mana.
Sejak kapan jadi lawyer?
Saya itu jadi lawyer, namanya praktik, kerja dulu di kantor orang. Lima tahun saya ikut orang. Salah seorang lawyer senior di Jakarta. Beliau ini lawyer yang juga entertaint dunia artis. Tapi beliau banyak memberikan skill-skill dasar yang ternyata memang sangat saya perlukan dan saya gunakan sekarang. Logika-logika hukum yang bisa kita menangkan sebenarnya di politik. Itu penting sekali menurut saya.
Dan sebenarnya semua argumentasi kita itu tidak hanya di bidang hukum, tapi juga di bidang lain. Harus ada logic-nya. Dan logic itu bisa tersampaikan dan diterima oleh pikiran masyarakat. Itu sih yang paling penting menurut saya. Dan itu berguna sekali. Kemudian saya jadi partner di kantor lain setelah dari sana. Baru kemudian di 2009 itu saya buka kantor sendiri, Hendarsam Marantoko & Partners (HMP).
Bagaimana Anda menjalani dua peran ini; lawyer dan politikus?
Jadi saya lebih banyak sebenarnya penghasilan utama 85-90 persen dari lawyer. Saya nggak tahu mencari duit di dunia politik. Memang lawyer ke politik ini kan agak susah. Kalau lagi di atas angin, bagus itu. Cuma kalau kita jadi oposisi, ya repot juga. Tapi kadang dunia lawyer ini ajaib juga. Nggak seindah yang dibayangkan juga.
Jadi gini, orang-orang itu saat ini ter-blitz dengan fenomena lawyer flamboyan ala Hotman Paris. Padahal, di luar sana masih banyak lawyer yang naik bus. Saya dulu itu naik bus. Sering dikasih duit sama bos, wah ini kalau saya naik taksi sayang, mending saya naik bus uangnya masih ada sisa. Dasi saya taruh di dalam lepitan baju dalam.
Sampai pengadilan, saya turun, cuci muka ke kamar mandi, baru saya pakai dasi. Jadi memang saya menjalani proses itu. Dan saya orang yang sangat menikmati proses. Karena saya itu nggak mau karbitan. Orang mungkin melihat kita di level tertentu. Ada ganjalan dalam hatinya, ‘ah lu bisa gitu karena apa’. Padahal ada proses yang kita jalani hingga ke titik ini.
Di partai juga begitu?
Saya di partai juga menjalani proses. Dari lembaga, dari luar, baru masuk ke DPP. Kadang-kadang teman-teman tanya ini-itu, anggap teman-teman kalau dengar posisi saya kayak gini segala macam, ya nggak adalah. Justru lu kalau nggak dapet apa-apa malah teman-teman heran, ada apa dengan lu? Kan begitu. Yang penting itu ikhlas. Menurut saya politik itu adalah hobi dan bakti, bukan tempat mencari rezeki.
Dua profesi ini menurut saya itu sangat spesifik. Dunia advokat itu penuh dengan konflik, dunia politik juga begitu. Ini dunia pertempuran. Jadi itu tidak gampang menurut saya. Kalau kita nggak punya passion, ya susah. Mental harus kuat, dan keyakinan juga harus kuat.
Bagaimana Anda melihat kepemimpinan Prabowo ke depan?
Saya punya keyakinan bahwa Prabowo yang bisa membawa kita ini nanti ke depan. Sampai anak cucu kita. No debate kalau masalah itu. Kita bisa challenge itu. Makanya Gus Dur ngomong orang yang paling ikhlas untuk Indonesia, untuk rakyat, ya Prabowo.
Itu sudah teruji. Konsisten bertahun-tahun apa yang dia omongkan. Yang dikatakan di 2009, 2014, 2019, 2024, tidak ada yang berubah, konsisten. Dan di 2024 ini sampai 2025, beliau eksekusi itu. Memang terhadap rakyat, terhadap negara itu harus diakuilah kecintaan beliau.
Bukan karena beliau orang yang sudah mapan, karena tidak semua orang mapan itu sudah selesai dengan dirinya sendiri. Masih ada juga yang kurang. Banyak orang sudah berumur, sudah tua, sudah mapan, tapi masih rakus dan merasa kurang. Masih memperkaya diri sendiri. Jadi kita nggak bisa mengukur dari variabel itu.
Lantas bagaimana mengukurnya?
Mengukurnya itu dari variabel, satu nasionalisme. Karena dia dibentuk oleh orang tuanya, dibentuk dari keluarganya. Dari makan malam satu ke makan malam yang lain bertahun-tahun dia mendengarkan hal tersebut. Bagaimana rakyat kita hidup seperti ini. Belum lagi dia keliling dunia kan, sekolah pindah-pindah. Bagaimana pengalamannya dengan dunia luar.
Kedua, bagaimana Indonesia itu di mata dunia yang masih dianggap bangsa yang inferior. Kan gitu? Ini kan ada semacam dendam di hati beliau. Suatu saat saya harus membuktikan kepada orang-orang yang meremehkanku selama ini. Suatu saat saya akan buktikan kepada orang meremehkan bangsa saya ini. Tapi memang mungkin Tuhan, Allah SWT baru sekarang merestui beliau jadi presiden. Pasti ada hikmah di balik itu.*
