
JAKARTA – Pemerintah Indonesia mempercepat upaya untuk membentuk perjanjian bilateral dengan Kamboja guna memberikan payung hukum dan pelindungan yang jelas bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI). Langkah ini diambil menyusul banyaknya laporan mengenai PMI yang bekerja di Kamboja secara mandiri dan berada dalam posisi rentan.
Inisiatif ini mengemuka setelah pertemuan antara Wakil Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Christina Aryani, dengan Duta Besar RI untuk Kamboja, Santo Darmosumarto, di Jakarta, Kamis (11/9).
“Hari ini, kami kembali membahas sebuah ide besar yang sudah dirancang sejak beberapa bulan lalu,” kata Christina.
Menurut data dari KBRI Phnom Penh, banyak PMI bekerja di sektor informal Kamboja seperti restoran, kedai, dan perhotelan. Namun, karena sebagian besar dari mereka berangkat secara perseorangan, skema pelindungan negara menjadi terbatas.
“Mereka berangkat perseorangan, sehingga proteksi negara terhadap mereka menjadi terbatas. Ini yang ingin kita benahi,” tegas Christina.
Sebagai langkah awal yang konkret, Kementerian P2MI akan mengirimkan tim dari Direktorat Jenderal Pelindungan ke Kamboja pada Oktober mendatang. Tim ini bertugas untuk memetakan kondisi terkini serta mengidentifikasi kebutuhan utama para pekerja di lapangan.
“Kita masih harus mendengar pandangan Pemerintah Kamboja soal kemungkinan menjalin perjanjian bilateral. Tujuannya agar ada payung hukum yang jelas dalam memberikan perlindungan bagi pekerja migran Indonesia di Kamboja,” jelasnya.
Christina menegaskan komitmen pemerintah untuk hadir dan memastikan keselamatan seluruh WNI di luar negeri, tanpa terkecuali.
“Prinsipnya, negara harus hadir. Kami berkomitmen memperkuat koordinasi agar pekerja migran di Kamboja terlindungi, baik mereka yang bekerja di sektor formal maupun yang selama ini berangkat secara mandiri,” pungkasnya.
