123 views 11 mins 0 comments

Mau Serius Bereskan ODOL: Saatnya Menyasar Pemilik Barang dan Armada

In Kolom
July 01, 2025

Membangun sistem pengawasan Digital

Langkah awal yang mendasar adalah menata ulang ekosistem logistik secara menyeluruh. Tarif angkutan barang harus disesuaikan dengan biaya operasional yang realistis, bukan terus ditekan atas nama efisiensi semu yang pada akhirnya mengorbankan keselamatan. 

Di saat yang sama, sistem upah dan jam kerja sopir juga perlu ditata ulang agar lebih manusiawi dan adil. Selama dunia usaha masih mementingkan “ongkos semurah mungkin dengan cara apa pun”, praktik ODOL akan terus dianggap sebagai trik. Bukan pelanggaran hukum, tapi solusi cepat yang diam-diam dibenarkan.

Ke depan, digitalisasi dalam sistem logistik bukan lagi sebuah pilihan, melainkan keharusan, tak bisa lagi mengandalkan cara-cara konvensional. Pemerintah perlu mempercepat adopsi teknologi seperti fleet tracking , weigh-in-motion system , serta sistem pelaporan digital yang terhubung dari titik muat hingga titik bongkar. 

Langkah ini tidak hanya akan meningkatkan efisiensi, tetapi juga memperkuat pengawasan secara menyeluruh. Pemerintah juga dapat bekerja sama dengan operator logistik besar untuk menumbuhkan budaya kepatuhan berbasis data. Dengan sistem yang transparan dan saling terhubung, potensi pelanggaran bisa terdeteksi dan dicegah sejak awal, sebelum truk-truk ODOL itu sampai ke jalan raya.

Kita bisa belajar dari kesuksesan Jepang dan Korea Selatan dalam penataan sistem logistik yang tertib, transparan, dan berbasis teknologi. Di Negeri Sakura, misalnya, setiap kendaraan barang wajib terintegrasi dengan Freight Information Management System. Sistem ini memonitor tiga hal vital secara real-time: rute yang dilalui, berat muatan, dan durasi perjalanan. Hasilnya? Pemerintah dapat menganalisis pola perjalanan dan mendeteksi anomali, termasuk indikasi kelebihan muatan, sejak dini.

Sementara itu, Korea Selatan menerapkan sistem logistik berbasis digital bernama ILIS (Integrated Logistics Information System). Sistem ini menghubungkan semua pemain—dari pemilik barang sampai operator logistik—dalam satu jaringan yang saling mengawasi. 

Sistem ini juga mengatur batas tarif angkutan ( freight rate ) yang adil dan transparan, guna mencegah praktik banting harga yang sering mendorong muatan berlebih demi menekan biaya. Yang lebih canggih, semua aktivitas logistik dapat dilacak secara real-time , mulai dari titik muat hingga titik bongkar. 

Jika terjadi pelanggaran, seperti kelebihan muatan atau manipulasi tarif, sistem ini memungkinkan penindakan yang menyasar seluruh pihak yang terlibat. Tidak hanya sopir, tetapi juga pemilik barang dan penyedia jasa logistik. Sanksinya beragam, mulai dari administratif hingga pencabutan izin usaha. Pendekatan yang menyeluruh ini menjadikan sistem logistik Korea Selatan tak hanya efisien, tetapi juga adil dan berkelanjutan.

Membangun sistem seperti ini tentu membutuhkan investasi dan waktu, namun manfaat jangka panjangnya jauh lebih besar. Dengan sistem transparan yang berjalan otomatis, budaya taat aturan akan tumbuh alami. Bandingkan dengan sekadar razia atau patroli yang efeknya cuma sesaat, seperti obat penghilang rasa sakit yang tak menyembuhkan akar penyakit.

Saatnya bertindak pasti

Saatnya pemerintah bertindak nyata, berani, konsisten dan transparan, bukan sekadar membuat aturan. Pemerintah tak seharusnya bersembunyi di balik dalih “pendekatan manusiawi” jika pada kenyataannya itu hanya menjadi alasan untuk menghindari tindakan tegas terhadap pelaku usaha besar. 

Keadilan bukan soal menyamakan perlakuan, melainkan soal menempatkan tanggung jawab sesuai posisi dan kekuasaan masing-masing. Jangan sampai beban kesalahan justru ditumpahkan kepada sopir di lapangan yang hanya menjalankan perintah, sementara mereka yang mengambil keputusan tetap bebas tanpa konsekuensi.

Truk-truk ODOL itu seperti bom waktu. Setiap hari mereka melintas, jalan-jalan kita makin rusak, angka kecelakaan meningkat, dan uang negara terus terkuras hanya untuk perbaikan. Semakin lama penindakan menyeluruh ditunda, semakin besar pula risiko yang harus ditanggung masyarakat. Setiap hari keterlambatan itu berlangsung, berarti kita diam-diam ikut membiarkan jatuhnya korban berikutnya di masa depan.

Penegakan hukum harus menyentuh pengambil keputusan

Jika akar masalah ODOL tidak segera dibenahi, maka aksi protes sopir truk jadi agenda tahunan yang terus berulang. Ketimpangan dalam penegakan hukum akan menjadi bara dalam sekam, siap meledak kapan saja. 

Sopir yang berada di lapangan akan terus menjadi tameng, menanggung beban aturan, sementara pemilik barang dan armada. Pihak yang sebenarnya memiliki kuasa untuk mencegah ODOL, tetap melenggang tanpa gangguan.

Karena itu, jika penanganan ODOL benar-benar ingin diselesaikan, maka fokus penegakan hukum harus dimulai dari mereka yang berada di puncak pengambilan keputusan. Mereka yang mengatur muatan, mengizinkan armada beroperasi, di situlah perubahan harus dimulai.*

Muhammad Akbar, Pemerhati Transportasi.