
BATAM – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat tonggak sejarah dalam upaya hilirisasi sektor perikanan dengan menggelar panen perdana lobster hasil budidaya di Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Batam, Kepulauan Riau, Rabu (10/9). Keberhasilan ini disebut sebagai langkah strategis untuk mengakselerasi program ekonomi biru dan menjadikan Indonesia sebagai pemain utama dalam pasar makanan laut global.
Acara panen yang dihadiri langsung oleh Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ini menjadi puncak dari riset pengembangan yang telah dilakukan KKP selama hampir dua tahun. Panen perdana ini menghasilkan sekitar 1,7 ton lobster, terdiri dari jenis pasir, bambu, dan mutiara, dengan nilai ekonomi diperkirakan mencapai Rp680 juta.
Menteri KKP, Sakti Wahyu Trenggono, menyatakan keberhasilan ini membuktikan bahwa Indonesia mampu mengelola potensi benih bening lobster (BBL) yang melimpah untuk menciptakan nilai tambah di dalam negeri. Ia menyoroti potensi pasar makanan laut global yang mencapai 414 miliar dolar AS, sementara kontribusi ekspor Indonesia saat ini baru sekitar 5 miliar dolar AS.
“Keberhasilan ini menjadi langkah awal agar Indonesia bisa memiliki kekuatan di sektor perikanan dan kelautan. Potensi kita sangat besar,” ujar Trenggono di Batam.
Baca juga:
PGN Jaga Kinerja Stabil, Bukukan Pendapatan US$1,9 Miliar
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam sambutannya menekankan pentingnya finalisasi Peraturan Presiden (Perpres) untuk mencegah penyelundupan BBL. Ia juga mendorong agar model budidaya yang berhasil di Batam, dengan tingkat kelangsungan hidup (survival rate) mencapai 80 persen, dapat direplikasi di daerah-daerah pesisir lainnya dengan melibatkan masyarakat lokal.
“Tinggal digencarkan lagi dan dimodelkan ke daerah lain,” kata Gibran.
Apresiasi juga datang dari Ketua Komisi IV DPR RI, Titiek Soeharto, yang turut hadir dalam acara tersebut. Ia memuji capaian KKP yang berhasil mengembangkan teknologi pembesaran lobster, sehingga tidak lagi bergantung pada ekspor benih mentah.
“Selama ini benih banyak diekspor, namun sekarang kita bisa membesarkan sendiri. Ke depan, kerja sama luar negeri harus diarahkan agar pembesaran dilakukan di Indonesia, sehingga membuka lapangan kerja dan meningkatkan devisa,” ujar Titiek.
