30 views 51 secs 0 comments

Penanganan Demo Represif Dinilai Kontraproduktif

In Video
August 31, 2025

JAKARTA – Pakar intelijen UI, Stanislaus Rianta, menilai bahwa gelombang demonstrasi yang terjadi di Jakarta pada akhir Agustus 2025 berawal dari reaksi organik dan alamiah masyarakat terhadap perilaku elite politik, bukan sebuah gerakan yang dirancang oleh satu aktor tunggal.

Dalam diskusi di kanal “Ruang Konsensus Unpacking Indonesia”, Rianta, seraya menyampaikan duka cita mendalam atas wafatnya seorang pengemudi ojol, Affan Kurniawan, menegaskan bahwa situasi yang memanas dimanfaatkan oleh banyak pihak, namun tidak ada indikasi konspirasi besar di baliknya.

Menurut analisis Rianta, demonstrasi tersebut merupakan implementasi dari hukum “aksi-reaksi”. Aksi anggota DPR yang terkesan euforia saat menerima fasilitas mewah menjadi pemicu, yang kemudian direspons oleh reaksi kemarahan publik.

Baca juga:
Prabowo Mulai Tinggalkan “Jalan Jokowi”

Media sosial, khususnya fitur siaran langsung, bertindak sebagai katalisator yang mempercepat penyebaran isu populis dan menarik massa dalam jumlah besar, termasuk kelompok-kelompok tanpa pemimpin formal seperti ojek online, sehingga menciptakan situasi yang sangat rentan dan sulit dikendalikan.

Kegagalan utama pemerintah dalam menghadapi situasi ini, menurut Rianta, adalah tidak adanya kontra-narasi yang cepat dan efektif untuk meredam isu yang berkembang. Ketika kritik publik semakin massif.

Pihak DPR dan pemerintah cenderung diam dan tidak memberikan penjelasan, yang justru membuat amarah masyarakat semakin terakumulasi. Kesenjangan taktis antara kecepatan penyebaran informasi di media sosial dengan lambatnya respons pemerintah menjadi faktor krusial yang memperburuk keadaan.