17 views 3 mins 0 comments

Perang Visa H-1B: Trump Patok Biaya Selangit

In Internasional
September 23, 2025

WASHINGTON D.C. – Pemerintahan Presiden Donald Trump melancarkan serangan frontal terhadap program visa H-1B yang menjadi tulang punggung industri teknologi AS. Melalui aturan baru, perusahaan kini diwajibkan membayar biaya hingga 100.000 dolar AS (sekitar Rp 1,66 miliar) per tahun untuk setiap visa kerja bagi tenaga ahli asing.

Kebijakan drastis ini sontak memicu kemarahan dari para pemimpin Silicon Valley. Mereka memperingatkan bahwa langkah ini akan menjadi pukulan telak bagi inovasi dan daya saing Amerika di panggung global. Gedung Putih berdalih, aturan ini diperlukan untuk melindungi pekerja lokal dari penyalahgunaan program H-1B.

Pemerintah menuding perusahaan teknologi telah memanfaatkan visa ini untuk merekrut tenaga kerja asing dengan upah lebih rendah, sementara angka pengangguran di kalangan lulusan ilmu komputer AS justru meningkat. Proklamasi yang ditandatangani Trump juga mengutip alasan keamanan nasional.

Namun, argumen ini ditolak mentah-mentah oleh para raksasa teknologi. Elon Musk, yang selama ini dikenal sebagai sekutu Trump, menegaskan bahwa ia dan banyak pendiri perusahaan besar lainnya bisa berada di AS berkat visa H-1B. “Saya akan berperang soal isu ini dengan cara yang tak bisa Anda bayangkan,” tulis Musk di platform X.

Baca juga:
Vietnam Jadi Korban Terbesar Tarif Trump di Asia Tenggara

Kisah serupa datang dari Mike Krieger, salah satu pendiri Instagram, yang nyaris membatalkan proyeknya pada 2010 akibat rumitnya proses visa H-1B. Para pemodal ventura juga memperingatkan bahwa kebijakan ini akan menghambat lahirnya perusahaan rintisan baru yang banyak didirikan oleh imigran.

Dampak dari kebijakan ini sudah langsung terasa. Sejumlah perusahaan teknologi dilaporkan telah meminta para karyawan pemegang visa H-1B di luar negeri untuk segera kembali ke AS. Di pasar modal, saham perusahaan jasa IT yang bergantung pada tenaga kerja H-1B seperti Cognizant dan Infosys langsung anjlok 2 hingga 5 persen.

Para analis memperingatkan, beban biaya baru yang mencapai jutaan dolar per tahun ini justru dapat memaksa perusahaan memindahkan pekerjaan-pekerjaan bernilai tinggi ke luar negeri, yang pada akhirnya akan melemahkan posisi AS dalam persaingan global, terutama di bidang kecerdasan buatan.

Sebagai alternatif, Trump juga menambahkan opsi “gold card”, yakni izin tinggal permanen bagi siapa pun yang bersedia membayar 1 juta dolar AS. Skema ini dinilai hanya membuka jalan bagi kalangan super kaya, bukan bagi talenta terampil yang selama ini menjadi motor inovasi Amerika.