
JAKARTA – Puluhan ribu buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) bersiap menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran di depan Gedung DPR RI pada Selasa, 30 September 2025. Aksi ini menjadi puncak desakan kaum pekerja agar tiga tuntutan utama—penghapusan outsourcing, kenaikan upah minimum 2026, dan reformasi pajak—dimasukkan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketenagakerjaan.
Aksi yang disebut sebagai “titik temu perjuangan bersama” ini digelar di tengah pembahasan RUU Ketenagakerjaan yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025–2026. Setelah menggelar aksi pemanasan pada 22 September lalu, kedua konfederasi buruh menegaskan aksi lanjutan akan jauh lebih besar.
Tiga Tuntutan Krusial
Berikut adalah tiga isu utama yang menjadi pertaruhan dalam aksi 30 September mendatang:
- Penghapusan Sistem Outsourcing: Buruh menuntut penghapusan total praktik alih daya yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021. Aturan ini dinilai merugikan karena memperlemah posisi tawar pekerja.
- Kenaikan Upah Minimum 2026: Tuntutan kenaikan upah sebesar 8,5 hingga 10,5 persen. Angka ini didasarkan pada perhitungan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu, serta merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168 yang dimenangkan serikat buruh.
- Reformasi Pajak: Mendesak kenaikan ambang batas Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari Rp 4,5 juta menjadi Rp 7,5 juta per bulan. Tuntutan ini juga mencakup revisi pajak untuk Tunjangan Hari Raya (THR) dan pesangon.
Baca juga:
DPR Gelar Paripurna Perdana Pasca-Demo
Kalkulasi Ekonomi dan Strategi Politik
Presiden KSPI, Said Iqbal, merinci dasar tuntutan kenaikan upah. “Inflasi dalam hitungan kami sekitar 3,26 persen, pertumbuhan ekonomi 5,2 persen, indeks tertentu kami pakai 1,0. Maka ketemu angka 8,46 persen atau dibulatkan 8,5 persen,” terangnya. Menurutnya, perbaikan upah adalah kunci untuk memulihkan daya beli buruh yang tergerus.
Terkait reformasi pajak, Iqbal menjelaskan bahwa kenaikan PTKP akan memberikan ruang fiskal lebih bagi pekerja untuk berbelanja. “Kalau kita belanja, purchasing power (daya beli) naik, konsumsi naik, economy growth (pertumbuhan ekonomi) naik, terbuka lapangan kerja, tidak ada PHK,” jelasnya.
Secara strategi, KSPI dan KSPSI menolak hadir dalam rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Ketenagakerjaan di DPR yang dinilai tidak efektif. Sebagai gantinya, mereka menuntut audiensi khusus yang digelar bersamaan dengan aksi massa 30 September untuk memastikan suara buruh benar-benar didengar.
Di sisi lain, Ketua KSPSI Andi Gani juga menagih janji Presiden Prabowo Subianto terkait pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional. “Keppres (Keputusan Presiden)-nya sudah ada, tinggal diumumkan,” ujar Andi. Aksi 30 September ini dipandang sebagai momentum krusial yang akan menentukan arah kebijakan ketenagakerjaan dan kesejahteraan buruh di masa depan.
