
BALIKPAPAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis data statistik yang menyoroti dominasi pejabat eselon I, II, dan III serta pihak swasta sebagai pelaku tindak pidana korupsi terbanyak di Indonesia. Fakta ini diungkapkan sebagai cerminan kerentanan integritas yang dapat mengancam Visi Indonesia Emas 2045.
Data tersebut dipaparkan langsung oleh Ketua KPK, Setyo Budiyanto, di hadapan jajaran pimpinan Pemerintah Provinsi dan DPRD Kalimantan Timur di Balikpapan, Kamis (11/9/2025).
“Berdasarkan data terkini penanganan perkara KPK, pihak swasta menempati urutan teratas dengan 483 orang, diikuti oleh pejabat eselon I, II, dan III sebanyak 437 orang,” ungkap Setyo.
Di posisi ketiga, menyusul anggota DPR dan DPRD dengan total 363 orang yang perkaranya telah ditangani oleh lembaga antirasuah tersebut.
Baca juga:
Kasus Korupsi Haji, KPK Sinyalkan Dana Berujung di Menteri Agama
Setyo menegaskan bahwa maraknya korupsi bukan hanya disebabkan oleh kelemahan sistem, tetapi juga perilaku pejabat yang secara aktif menyalahgunakan kewenangan. “Fakta kerentanan ini menjadi ancaman serius,” tambahnya.
Kondisi ini diperkuat oleh sejumlah indikator nasional. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2024 yang stagnan di skor 37 dari 100 menunjukkan tingginya persepsi korupsi di sektor publik. Di sisi lain, Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK) masyarakat yang berada di skor 3,85 dari 5,00 dinilai belum konsisten.
Untuk menjawab tantangan ini, KPK mengandalkan Strategi Trisula Pemberantasan Korupsi. “Trisula tersebut adalah pendidikan untuk membangun nilai antikorupsi, pencegahan melalui perbaikan sistem, dan penindakan untuk memberikan efek jera,” jelas Setyo.
Ia juga menyoroti tantangan integritas di masa depan, di mana pejabat jujur sering kali terisolasi dan dianggap tidak fleksibel. Padahal, menurutnya, mereka adalah benteng terakhir birokrasi yang bersih.
“Sejarah akan selalu berpihak kepada mereka yang berani menjaga integritas,” tegas Setyo. “Semua orang punya kesempatan untuk bisa menjadi pejabat, tapi tidak semua bisa meninggalkan warisan (legacy) yang baik.”
