
JAKARTA – Fraksi Partai Demokrat DPR RI menyampaikan pandangannya terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Dalam Rapat Pleno Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Senin (17/3/2025), Anggota Baleg DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Wahyu Sanjaya, menegaskan bahwa revisi UU ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat perlindungan bagi pekerja migran Indonesia.
“Sebagai pahlawan devisa, mereka memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian nasional, tetapi masih menghadapi berbagai tantangan dalam aspek perlindungan, pengawasan, dan jaminan sosial,” ujar Wahyu.
Fraksi Partai Demokrat menilai revisi ini sebagai peluang untuk memastikan hak, kesejahteraan, dan keamanan pekerja migran Indonesia. “RUU ini akan memperbaiki sistem yang masih kurang efektif dan membuka peluang kerja lebih luas di luar negeri,” lanjutnya.
Ia juga menyoroti masih tingginya jumlah pekerja migran nonprosedural akibat birokrasi yang rumit dan biaya yang membebani.
“Regulasi yang lebih efisien dan transparan sangat dibutuhkan agar proses migrasi tenaga kerja lebih sederhana dan pekerja migran tidak terjebak dalam situasi yang merugikan,” tegasnya.
Selain itu, revisi UU ini diharapkan memberikan perlindungan komprehensif, mulai dari tahap persiapan keberangkatan hingga kepulangan pekerja migran. Dengan kebijakan yang tepat, pekerja migran diharapkan terlindungi, memiliki daya saing, dan membawa manfaat bagi kesejahteraan mereka serta keluarga di tanah air.
“Karena itu, Fraksi Partai Demokrat menyetujui RUU ini untuk dilanjutkan ke tingkat berikutnya demi perlindungan yang lebih baik bagi pekerja migran Indonesia,” pungkas Wahyu.
Sejumlah catatan
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, I Nyoman Parta, menyatakan Fraksi PDI-Perjuangan menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia untuk dibahas pada tingkat selanjutnya. Meski demikian, ia menyampaikan sejumlah catatan terkait RUU tersebut.
“Fraksi PDI-Perjuangan memberikan beberapa pandangan, di antaranya sebagai berikut. Pertama, perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia harus memberikan kepastian hukum dan menjadi dasar pengalihan tugas serta fungsi dari Kementerian Ketenagakerjaan kepada Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia,” ujarnya.
Kedua, kata Nyoman, Fraksi PDI-Perjuangan meminta agar RUU ini memberikan perlindungan kepada pekerja migran dari praktik perdagangan manusia, perbudakan modern, kerja paksa, kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan terhadap harkat dan martabat manusia, serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia.
“Ketiga, perlindungan harus dilakukan sebelum, selama, dan setelah bekerja oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta pemerintah desa dengan melibatkan pemangku kepentingan terkait, termasuk peran serta masyarakat melalui suatu sistem yang terpadu,” tegas Nyoman.
Keempat, RUU Pelindungan Pekerja Migran Indonesia harus menjadi dasar bagi pemerintah dalam melakukan pendataan pekerja migran secara masif di setiap negara.
Kelima, RUU ini juga harus memberikan ruang dan kesempatan bagi pekerja migran yang bekerja secara ilegal untuk melaporkan diri ke KBRI atau Konsulat RI di negara tempat mereka bekerja.
Keenam, menekankan bahwa perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 harus mampu mencegah penempatan pekerja migran secara ilegal.
“Karena kuncinya di situ. Jadi, kita harus berusaha sedapat mungkin agar yang berangkat adalah mereka yang memenuhi seluruh persyaratan,” kata Nyoman.
“RUU ini harus mampu mencegah penempatan pekerja migran secara ilegal serta memberikan sanksi tegas kepada Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) atau perusahaan lain yang terlibat dalam praktik penempatan ilegal,” tandasnya.*
