171 views 12 mins 0 comments

Total Diplomasi Bantu Palestina

In Kolom
April 17, 2025

JAKARTA – Politik luar negeri dan praksis diplomasi Indonesia dalam mendukung kemerdekaan Palestina mengalami penguatan-penguatan di masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Presiden Prabowo tidak hanya sekedar berwacana di forum global, tapi menunjukkan langkah konkret yang diambil oleh Indonesia untuk menegakkan kemanusiaan di bumi Gaza yang saat ini menjadi ladang pembantaian (killing field) oleh Zionis Israel.

Inisiatif Indonesia yang digagas oleh Presiden Prabowo untuk memindahkan warga Gaza ke Indonesia merupakan langkah visioner yang menegaskan komitmen dan tanggung jawab Indonesia sebagai bagian dari komunitas global untuk menciptakan perdamaian dunia (perpetual peace) sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi UUD 1945.

Agresi dan aksi koersif Israel ke Gaza Palestina yang dimulai sejak akhir 2023 lalu tak kunjung reda hingga saat ini. Total jumlah warga Palestina yang meregang nyawa akibat kebiadaban Israel mencapai angka lebih dari 50 ribu jiwa. Kerusakan infrastruktur publik di wilayah Palestina tentu saja merupakan keniscayaan yang mendatangkan penderitaan lebih besar kepada bangsa Palestina.

Meskipun mendapat kecaman dan tekanan dari dunia internasional, tentara Israel tidak surut untuk melakukan serangan militer dari darat dan udara. Israel bahkan tidak segan untuk melanggar hukum perang internasional atau hukum humaniter dengan menjadikan rumah sakit, tempat ibadah, tenaga medis, perempuan, bahkan anak-anak sebagai target serangan.

Dunia internasional tentu tidak tinggal diam atas kejahatan kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukan oleh Israel. Instrumen perdamaian supranasional seperti PBB, Uni Eropa, OKI, hingga ASEAN berulangkali menyerukan gencatan senjata di antara dua pihak. Pemimpin negara-negara besar (major states) seperti Uni Eropa, Turki, dan negara-negara di kawasan Timur Tengah berulangkali membujuk pemimpin Israel untuk melakukan negosiasi.

Untuk memperkuat tekanan terhadap Israel, komunitas global pada tataran non-state actors seperti sivitas akademika kampus-kampus ternama di Amerika dan Eropa, organisasi masyarakat sipil, hingga individu-individu masyarakat global melakukan aksi boikot, divestasi, dan sanksi (aksi BDS) terhadap produk-produk dari Israel dan negara-negara yang terindikasi membantu Israel dalam serangan ke Palestina.

Namun nyatanya, hingga saat ini upaya-upaya diplomatik dan ekstra-diplomatik yang dilakukan oleh komunitas-komunitas global tersebut belum mampu meredam kebiadaban Israel.

Komitmen nasional

Indonesia yang sejak masa awal kemerdekaan menyatakan komitmennya untuk menolak penjajahan terhadap Palestina dalam segala bentuk menyadari bahwa kelemahan utama masyarakat global dalam mendukung Palestina terletak pada dua hal, yakni belum solidnya negara-negara Islam dalam mengaktualisasikan dukungannya, serta arsitektur politik internasional yang belum memihak pada kepentingan Palestina sebagai bangsa terjajah.

Dalam konteks arsitektur politik internasional, PBB sebagai lembaga perdamaian yang lahir pasca perang dunia kedua, tidak cukup mampu untuk mendorong perdamaian karena adanya eksklusivitas hak veto yang dimiliki oleh Amerika Serikat sebagai pendukung utama Israel di kancah global. Dengan adanya hak veto tersebut, sangat sulit untuk memformulasi kebijakan seperti mengirimkan pasukan penjaga perdamaian (peace keeping/making/building forces) di wilayah Palestina.

Oleh sebab itu, upaya yang dapat dioptimalkan, setidaknya secara jangka pendek dan menengah saat ini, adalah dengan menguatkan soliditas negara-negara Islam untuk bertindak secara lebih konkret dalam menegakkan kemanusiaan di Palestina.

Indonesia di era Presiden Prabowo menyadari bahwa upaya untuk mendukung kemerdekaan Palestina akan sangat sulit ditempuh apabila melalui skema rekonstruksi arsitektur politik internasional. Upaya untuk merombak tatanan yang sudah berlaku di PBB membutuhkan power politics yang sangat besar karena harus berhadap-hadapan dengan negara-negara besar yang tentu akan bersikap resisten apabila monopoli kekuasaannya dalam bentuk hak veto diganggu.

Di sisi lain, mengandalkan arsitektur politik internasional dalam bentuk  Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk melakukan penangkapan terhadap tokoh-tokoh politik dan militer Israel membutuhkan keberanian yang besar bagi negara-negara peratifikasi untuk melakukannya.

Meskipun argumentasi yang dikemukakan oleh ICC bahwa apa yang dilakukan oleh Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant selaku pihak yang paling bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan politik dan militer Israel memenuhi unsur kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan, bagi negara-negara anggota yang menjalankan instruksi tersebut tentu akan mendapatkan kosekuensi politik dan militer langsung dari Israel dan sekutunya baik dalam bentuk pemutusan hubungan diplomatik maupun perang terbuka.

Dengan melihat realitas empirik sedemikian, rational choice dalam skema politik luar negeri Indonesia untuk mendukung Palestina adalah melalui penggalangan dukungan dari negara-negara Islam dan mengoptimalkan dukungan konkret untuk bangsa Palestina.

Risiko dan konsekuensi

Inisiatif Indonesia untuk merelokasi seribu warga Gaza ke Indonesia merupakan kebijakan yang perlu diapresiasi. Inisiatif ini merupakan dukungan politik dan kemanusiaan luar biasa dari Indonesia baik sebagai entitas negara berdaulat maupun warga dunia yang dapat memperkuat sphere of influence Indonesia di panggung global.

Relokasi warga Gaza ke Indonesia akan melengkapi dukungan-dukungan yang sudah diberikan oleh Indonesia selama ini seperti kebijakan politik untuk tidak menjalin hubungan diplomatik dengan Israel, mengirimkan tenaga medis dan bantuan kemanusiaan, mendirikan rumah sakit di Gaza, serta memfasilitasi pendidikan warga Palestina di Indonesia. Untuk merealisasikan inisiatif ini, tentunya dibutuhkan instrumen-instrumen pendukung agar dalam implementasi nanti segala risiko politik yang potensial hadir dapat dikelola dengan baik.

Oleh sebab itu, dipandang perlu untuk menggalang dukungan dari negara-negara kawasan Timur Tengah seperti Uni Emirat Arab, Saudi Arabia, Qatar, Yordania, hingga Turki. Inilah yang menjadi latar belakang utama kunjungan Presiden Prabowo ke negara-negara tersebut sepekan terakhir.

Secara eksplisit, Indonesia membutuhkan dukungan politik atas inisiatif tersebut. Secara implisit, ada pesan tersirat yang hendak disampaikan kepada negara-negara tersebut bahwa menyelamatkan nyawa bangsa Palestina dengan menyediakan ruang hidup yang aman dan nyaman merupakan hal yang menjadi urgensi paling utama untuk dilakukan.