41 views 2 mins 0 comments

Saham BBCA Terkoreksi, Investor Justru Lakukan Aksi Borong

In Ekonomi
September 01, 2025

JAKARTA – Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) bergerak di zona merah pada sesi pertama perdagangan awal pekan, Senin (1/9/2025). Namun, pelemahan harga ini justru dimanfaatkan oleh investor untuk melakukan akumulasi besar-besaran, menjadikan saham bank swasta terbesar di Indonesia ini sebagai yang paling banyak diborong.

Hingga sekitar pukul 09.46 WIB, saham BBCA tercatat anjlok 2,17% ke level Rp 7.900 per saham. Saham ini menjadi yang paling aktif diperdagangkan pagi ini dengan nilai transaksi fantastis mencapai Rp 1,76 triliun, dari 225,69 juta saham yang berpindah tangan dalam 62.982 kali frekuensi.

Di tengah tekanan jual tersebut, aksi beli investor justru mendominasi. Data dari aplikasi Stockbit Sekuritas menunjukkan terjadi pembelian bersih (net buy) atas saham BBCA senilai Rp 222,8 miliar. Angka ini merupakan nilai pembelian bersih tertinggi di bursa pada periode yang sama. Fenomena ini mengindikasikan kepercayaan tinggi investor untuk “menyerok” saham BBCA saat harganya terkoreksi.

Baca juga:
COREInsight: RAPBN 2026, Ekspansi Fiskal di Atas Fondasi yang Rapuh

Kepercayaan investor ini bukan tanpa alasan. Aksi beli ditopang oleh kinerja fundamental perseroan yang terbukti solid dan berdaya tahan di tengah tantangan sektor perbankan. Laporan kinerja keuangan BCA (bank only) menunjukkan, sepanjang periode Januari hingga Juli 2025, perseroan berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 34,7 triliun. Realisasi ini tumbuh signifikan 10,5% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).

Sejalan dengan fundamental yang kuat, sejumlah sekuritas mempertahankan pandangan positifnya. KB Valbury Sekuritas, misalnya, mempertahankan rekomendasi ‘Beli’ (Buy) untuk saham BBCA.

Dalam risetnya, target harga saham BBCA dipatok di level Rp 11.080. Target tersebut didasarkan pada valuasi Gordon Growth Model (GGM) yang mencerminkan estimasi Price-to-Book (P/B) sebesar 4,8 kali pada tahun 2025, mengisyaratkan adanya potensi kenaikan yang cukup besar dari harga saat ini.