23 views 2 mins 0 comments

Revisi UU Sisdiknas: Wajib Belajar Jadi 13 Tahun

In Politik
October 03, 2025

JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menggodok revisi krusial terhadap Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang akan membawa perubahan mendasar pada lanskap pendidikan Indonesia. Dua agenda utamanya adalah penegasan kesetaraan hak untuk semua guru dan perpanjangan masa wajib belajar.

Fokus utama dari revisi UU Nomor 20 Tahun 2003 ini adalah memberikan status dan hak yang setara bagi semua pendidik. Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, pada Jumat (3/10/2025).

Bahwa guru, ustadz, maupun kiai di pesantren akan memiliki status yang sama dengan guru di sekolah umum. “Karena statusnya sama, hak-haknya akan diberikan sama,” ujar Lalu, merujuk pada hak kesetaraan, termasuk dalam hal gaji.

Selain itu, revisi ini akan memperpanjang masa wajib belajar dari 9 tahun menjadi 13 tahun, dengan rincian: 1 tahun Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), 6 tahun SD, 3 tahun SMP, dan 3 tahun SMA.

Baca juga:
JPPI Desak BGN Bentuk Tim Investigasi Kematian Siswi SMK

Menurut Komisi X DPR, langkah-langkah ini diambil berdasarkan dua alasan fundamental. Pertama, penyetaraan hak guru bertujuan untuk menciptakan keadilan dan pengakuan bagi semua tenaga pendidik tanpa memandang institusi tempat mereka mengabdi.

Kedua, perpanjangan masa wajib belajar menjadi 13 tahun merupakan strategi legislatif untuk menekan angka putus sekolah di Indonesia yang dinilai masih tinggi

Proses revisi UU Sisdiknas ini merupakan inisiatif murni dari DPR RI, dengan Komisi X sebagai motor penggeraknya. Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), memposisikan diri sebagai unit pendukung.

Menteri Abdul Mu’ti menyatakan pihaknya saat ini tengah aktif menampung aspirasi dari masyarakat untuk menyempurnakan naskah revisi. “Kami lebih sebagai pendukung… agar undang-undang ini bisa dapat terselesaikan pada tahun ini,” kata Mu’ti.

Revisi UU Sisdiknas telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas, sehingga ditargetkan dapat rampung pada tahun 2025.

Untuk menjamin transparansi, Komisi X DPR, melalui Wakil Ketuanya Maria Yohana Esti Wijayanti, berjanji bahwa naskah akademik revisi akan dibuka seluas-luasnya kepada publik untuk mendapatkan masukan. Proses ini menunjukkan adanya kolaborasi antara legislatif, eksekutif, dan masyarakat.