
JAKARTA – Wakil Ketua Komisi XII DPR RI dari Fraksi Gerindra, Bambang Haryadi, melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan Kementerian ESDM di bawah pimpinan Menteri Bahlil Lahadalia yang menyebabkan kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di berbagai SPBU swasta. Bambang menyebut kebijakan tersebut tidak logis, kontraproduktif, dan berpotensi merepotkan Presiden.
Bambang menyoroti kebijakan yang mewajibkan SPBU swasta membeli BBM dari Pertamina sebagai langkah yang aneh. Ia mengibaratkan kebijakan ini seperti memaksa penjual nasi goreng kecil membeli beras dari penjual nasi goreng besar, padahal keduanya sama-sama membeli beras dari pasar.
“Kewajiban swasta membeli ke Pertamina sebenarnya juga aneh, karena Pertamina juga importir. Kecuali Pertamina memproduksi BBM berlebih,” tegas Bambang kepada wartawan, Jumat (19/9/2025). “Kebijakan seperti ini harus ditinjau ulang.”
Baca juga:
Pengamat: Kelangkaan BBM Swasta ‘Pemaksaan Terselubung’
Ia juga mempertanyakan argumen pemerintah yang ingin menjadikan Pertamina sebagai pemimpin pasar (market leader). Menurutnya, tujuan tersebut tidak relevan karena Pertamina saat ini sudah menguasai 95 persen pasar ritel BBM di Indonesia.
“Yang kita bingung adalah penerapan impor satu pintu untuk menjadikan Pertamina market leader. Padahal, Pertamina saat ini sudah menjadi market leader,” tuturnya.
Bambang menilai, meningkatnya penjualan di SPBU swasta belakangan ini bukanlah karena penambahan kebutuhan, melainkan akibat peralihan pasar. Konsumen berpindah dari Pertamina setelah adanya kasus BBM oplosan beberapa waktu lalu.
Ia pun menyayangkan kebijakan kementerian yang dibuat tanpa mitigasi dampak yang menyeluruh, sehingga berpotensi menjadi beban bagi Presiden. “Kasihan Presiden, kadang harus jadi pemadam kebakaran akibat hal-hal kecil yang sebenarnya tidak mengganggu keuangan negara,” pungkasnya.
